Masjid Kuno di Atas Reruntuhan Pura
MASJID Tuha Indrapuri menyimpan sejarah panjang Aceh dari masa ke masa. Masjid ini teryata berdiri di atas reruntuhan pura.
Terletak di tepian krueng (sungai) Aceh, Masjid Tuha Indrapuri menyimpan sejarah panjang Aceh dari masa ke masa. Arsitektur bangunannya yang masih kental nuansa tradisional, membuatnya jadi salah satu destinasi wisata religi yang layak dikunjungi peziarah.
Khairil Anwar (24) tampak bahagia saat pertama kali menginjak kaki di masjid yang berada di Peukan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar ini. Setelah lama mendengar cerita tentang masjid ini, ia pun berkesempatan berkunjung ke sini. “Ini rupanya masjid yang dibangun di atas Pura,” katanya.
Tak mau melepas momen, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh itu mengabadikan tiap sudut masjid dengan kamera ponselnya. Ia juga meminta temannya memotret dirinya sendiri dengan berlatar bangunan masjid untuk kenang-kenangan.
“Berada di masjid ini terasa tenang. Suhunya tidak terlalu lembap seperti masjid beton. Suara kita di dalam juga lebih jelas terdengar. Kalau masjid beton agak berdengung,” tukas Khairil.
Masjid Tuha Indrapuri merupakan salah satu masjid kuno di Aceh, sudah berdiri dari 1207 Hijriah atau 1618 Masehi. Konon, masjid ini dibangun di atas reruntuhan pura sekaligus benteng pertahanan Kerajaan Hindu Lamuri (bangunan pra Islam yang berkonstruksi batu bercampur kapur dan tanah liat, diperkirakan sudah ada sejak abad 10).
Menurut riwayat, masjid yang berada sekira 24 kilometer arah timur Kota Banda Aceh ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), pemimpin yang berhasil membawa Kerajaan Aceh Darussalam pada puncak kejayaannya.
Kala itu, Iskandar Muda membangun tujuh masjid untuk mengembangkan peradaban Islam, di antaranya Masjid Raya Baiturrahman, Masjid Indrapurwa di Ujong Pancu yang dibangun di atas reruntuhan pura, serta Masjid Indrapuri yang kini masih tersisa.
Masjid Indrapuri merupakan saksi bisu berbagai peristiwa penting sejarah. Mulai dari jejak peradaban Hindu hingga masuk dan berkembangnya Islam di Aceh. Ketika Istana Dalam Kerajaan Aceh Darussalam di Banda Aceh berhasil dikuasai Belanda dalam agresi militer kedua tahun 1874, pusat pemerintahan Kerajaan Aceh berpindah ke Masjid Indrapuri.
Karena istana sudah dikuasai musuh, Tuanku Alaidin Muhammad Daud Syah yang saat itu masih sangat belia, dilantik sebagai sultan kerajaan Aceh di masjid ini pada 1878, menggantikan Sultan Alaidin Mahmud Syah (1870-1874) yang sudah meninggal. Daud Syah merupakan sultan Aceh terakhir.
Masjid Indrapuri juga menjadi basis pertahanan pasukan Aceh saat berperang melawan Belanda. Serdadu kolonial sempat menguasai masjid ini, namun pasukan Aceh berhasil merebutnya kembali lewat pertempuran sengit. Masjid Indrapuri kembali menjadi pusat ibadah sekaligus pengembangan ilmu keagamaan.
Masjid ini berdiri di area 33.875 meter persegi. Denah bangunannya berbentuk bujur sangkar, seukuran dua kali lapangan voli. Keseluruhannya berkontruksi kayu, dihiasi ukiran unik.
Tinggi bangunannya mencapai 11,65 meter. Memiliki 36 tiang penyangga berikut kuda-kuda penopang atap. Di depan masjid yang sudah di pugar ini terdapat kolam tempat wudhu, khas masjid-masjid Aceh masa lalu (Okezone.com)
Posting Komentar