Sumber berita

Belakangan ini, layar lebar Indonesia banyak dipenuhi oleh film bertema horor komedi yang kadang 'dibumbui' oleh adegan syur para pemainnya.



Mulai dari 'Suster Keramas', 'Hantu Puncak Datang Bulan' hingga yang baru-baru ini muncul yakni film 'Kain Kafan Perawan'. Tema-tema tersebut kian menjamur dan menjadi tren. Seolah tak ada tema lain yang lebih menarik untuk diangkat. Mengapa?



Sutradara film 'Suster Keramas', Helfi C.H. Kardit rupanya punya alasan sendiri. “Kendala budget menjadi masalah awal. Kalau dibandingkan dengan film Hollywood misalnya, berbeda jauh. Disana support untuk dana besar tak masalah. Kalau disini mencari Rp 2 milyar saja sudah harus putar otak,” ungkap Helfi Kardit saat dihubungi VIVAnews, Sabtu 27 Februari 2010.



Untuk membuat sebuah produksi film, dibutuhkan modal besar. Pencarian modal tersebut, diakui Helfi, tidaklah mudah. Belum lagi pajak yang dibebankan disektor film yang dinilai sangat tinggi. "Bayangkan, mencari modal awal saja sudah susah, apalagi mengembalikannya bukan?" keluhnya.



Sebagai seorang sutradara, ia ingin agar industri perfilman bisa lebih produktif. Tentunya, tak melulu hanya mrmbuat film bertemakan komedi horor. "Namanya sutradara, harusnya bisa bikin film apa aja," tuturnya.



Lelaki kelahiran Padang ini mengaku baru sekali membuat film 'berbumbu' seks, yakni 'Suster Keramas' yang dibintangi oleh bintang panas asal Jepang, Rin Sakuragi. Film yang dirilis sejak 31 Desember 2009 silam itu berhasil meraup 800.000 penonton. Helfi mengakui bahwa untuk membuat sebuah film dibutuhkan sebuah ide kreatif.



"Kalaupun ada elemen seks didalamnya, hanyalah bumbu semata dan bukan faktor utama, toh saya sudah minta pada pihak bioskop untuk memproteksi bahwa film itu untuk kategori dewasa, itu bagian dari tanggung jawab moral saya, jadi jangan dipikir cuma mengejar materi," tangkis Helfi.



Film horor acapkali mendapat hujatan dari masyarakat. Helfi pun tak menampiknya. Baginya sebuah kreatifitas itu bisa maju karena kritikan. "Tapi harusnya masyarakat bisa lebih dewasa dalam berfikir. Pemerintah juga harus bisa menetapkan batasan yang jelas dalam pornografi," ujar sutradara yang memulai debutnya empat tahun lalu ini.



Idealnya, pemerintah melalui Lembaga Sensor Film juga ikut andil dalam menjamurnya film-film tersebut. "Kan sudah ada LSF yang tugasnya menyensor, mereka harusnya bisa lebih tegas dan serius. Kami juga pasti menghargai apa yang sudah diputuskan oleh LSF," tuturnya.



Helfi menambahkan bahwa ia tak pernah menitikberatkan sebuah film dari sisi idealisme atau komersil. Baginya kedua sisi itu melebur ketika ia merasa enjoy dalam mengerjakan sebuah karya.



"Saya pernah membawa proposal film 'Perang Paderi'. Biaya yang dibutuhkan kira-kira Rp 20 milyar. Tapi investor pasti berpikir, kapan bisa balik biayanya? Begitulah, menyatukan antara kreatif dengan bisnis ternyata adalah hal yang sulit,” ujar Helfi.



"Saya juga pernah membuat film "Mengaku Rasul" dengan plot yang rumit dan akhirnya gagal di pasaran, dan akhirnya produser kehilangan sekian rupiah yang menjadi beban moral buat saya. Sayang juga kalau industri ini malah mati lagi, pasti akan banyak tenaga kerja yang terbuang. Saya yakin ke depannya pasti ada jalan yang terbaik untuk industri film secara utuh," imbuhnya.



Helfi C.H. Kardit memulai debutnya lewat film 'Hantu Bangku Kosong'. Ia pernah menyutradarai 'Arisan Berondong' (2010), 'Suster Keramas' (2009) dan 'Lantai 13'. Rencananya Helfi akan membuat sebuah film berjudul 'True Love' yang mengangkat tema cinta dari sudut pandang yang gelap.







• VIVAnews

Posting Komentar

 
Top