YOGYAKARTA - Perkembangan bioteknologi dunia semakin pesat dengan dukungan berbagai alat canggih. Namun, tren di Indonesia belum menunjukkan hal serupa.
"Perkembangan bioteknologi di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Sebab, masih ada keterbatasan fasilitas instrumentasi dan bahan-bahan yang diperlukan. Hampir semuanya harus diimpor," kata Ketua Pusat Studi Bioteknologi Univeristas Gadjah Mada (UGM), Prof.Dr.Ir. Siti Subandiyah.
Dinukil dari laman UGM, Selasa (3/11/2015), bioteknologi sendiri merupakan proses hayati yang mengunakan jasad atau sistem untuk menghasilkan produk-produk bermanfaat dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Saat ini, ada empat bidang bioteknologi yaitu pertanian, bioteknologi kesehatan, bioteknologi industri dan bioteknologi yang meliputi proses-proses hayati kelautan dan lingkungan perairan.
Sebenarnya, kata Siti, sumber daya manusia (SDM) Indonesia semakin membaik mengingat banyak ilmuwan muda yang menyelesaikan pendidikandan mencari pengalaman riset Bioteknologi di negara-negara maju kembali ke Tanah Air. "Sayangnya, kapasitas dan kompetensi mereka memerlukan dukungan serta pendanaan yang cukup," imbuh Siti.
Dosen Fakultas Pertanian UGM itu mencontohkan, di bidang bioteknologi pada tanaman, kemampuan Indonesia baru generasi pertama, yaitu rekayasa genetika untuk mendapatkan tanaman-tanaman tahan cekaman khususnya hama dan penyakit tumbuhan. Padahal, di negara maju sudah mencapai generasi ketiga. Riset mereka sudah mampu menghasilkan tanaman yang mampu mengatasi polusi lingkungan.
"Pada generasi kedua, tanaman mengandung nutrisi bermanfaat untuk kesehatan," tuturnya.
Berbagai perkembangan bioteknologi dunia dan Indonesia tersebut dibahas dalam seminar reguler tahunan bioteknologi di Gedung Pascasarjana UGM belum lama ini. Pada tahun ketiga pelaksanaannya, seminar ini mengusung tema "Bioteknologi Untuk Indonesia yang Lebih Baik".
Seminar menghadirkan tiga pembicara tamu dari Jepang yaitu Prof. Hisakazu Yamane dari Dept. Of Bioscience, Teikyo University; Prof. Hiroyuki Ohta dari College of Agriculture, Ibaraki University dan Prof. Hedeaki Nojiri dari Biotechnology Research Center, the University of Tokyo. Selain itu, seminar juga menghadirkan para pembicara lain yang memaparkan lebih dari 50 presentasi.
(Okz/rfa)

Posting Komentar

 
Top