Operator seluler PT XL Axiata Tbk terus melakukan transformasi bisnis, setelah mengakuisisi operator Axis pada 19 Maret tahun lalu. Proses strategis tersebut kini dipimpin oleh Dian Siswarini, yang didaulat menjadi Presiden Direktur XL Axiata sejak April tahun ini. Proses transformasi tersebut mulai berdampak positif terhadap kinerja perseroan di semester I tahun ini. Average revenue per users (ARPU) XL naik 25% menjadi Rp 30.000 per bulan dari Rp 24.000. Sementara pendapatan layanan data dan value added service (VAS) naik 16% menjadi Rp 3,3 triliun.

Untuk mengetahui kelanjutan transformasi bisnis, fokus dan rencana bisnis perseroan di semester II, M Syakur Usman, Indah Pertiwi, dan M Zul Atsari dari Kapanlagi Network Group (KLN) mewawancarai Dian Siswarini di kantornya yang dominan warna putih di Mega Kuningan,Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Terkait komersialisasi layanan 4G-LTE, mengapa memilih Surabaya dan Denpasar, Bali sebagai dua kota pertama?

Karena di dua area itu refarming spektrum 1.800 MHz sudah selesai, sehingga boleh secara resmi launching layanan 4G-LTE di 1.800 MHz. Selain itu, teknologinya juga sudah netral. Kedua kota ini juga konsumsi data tinggi. Apalagi Bali, khususnya Denpasar, banyak menerima roamer dari luar negeri yang kebanyakan pelanggan LTE. Jadi kalau Bali, wajib lah.

Ke depan, strategi kami tidak akan menawarkan layanan 4G di mana saja dan untuk siapa saja. Pertimbangannya, yang mampu dan mau, serta bisa memakai LTE, tidak akan seluruh konsumen XL. Yang bisa mengganti smartphone-nya ke LTE, tidak semua. Yang juga mengerti LTE dan bisa berikan layanan berbeda, tidak semua. Kemudian daerah yang potensial, juga tidak semua.

Jadi, strategi kami di layanan LTE adalah ke kota-kota besar yang sesuai dengan assesment kami. Hingga akhir tahun ini, kami akan ke Bandung dan Jakarta. Kami akan berikan experience yang luar biasa dan terbaik di kota yang dipilih sebagai kota LTE.

Jadi sampai akhir tahun berapa kota yang digelar layanan LTE?

Refarming spektrum 1.800 MHz baru selesai di akhir November tahun ini seperti area Jakarta. Sebenarnya kota-kota lain sebenarnya sudah selesai, tapi kami fokus ke kota-kota besar. Jadi tahun ini ada lima kota yang roll out layanan 4G-LTE, yakni Surabaya, Denpasar, Bandung, Jakarta, dan Lombok.

Baru tahun depan kami ekspansi lebih jauh ke kota-kota besar. Karena jika kami provide satu teknologi, tidak bisa terlalu cepat atau lambat, kalau cepat, nanti bisa idle capacity. Jadi lihat supply dan demand.

Berapa besar potensi kontribusi layanan 4G terhadap pendapatan perseroan?

Pengguna handset LTE di jaringan XL baru sekitar 7% saat ini. Bagaimana kontribusinya ke depan? Kami nilai tidak bisa diagregasi seperti itu. Sebab layanan LTE memiliki efek langsung dan tidak langsung. Efek langsungnya adalah kontribusi pendapatan layanan LTE terhadap pendapatan usaha.

Efek tidak langsungnya, kami tidak segregasi jumlah penguna LTE berapa, bukan pengguna LTE berapa. Karena yang dilihat pendapatan layanan data. Paket-paket datanya kami integrasikan. Jadi yang ada paket layanan 1 GB, 2GB, dan lain-lain bisa dipakai untuk layanan 3G dan 4G.

Bagaimana dukungan infrastruktur terhadap layanan 4G-LTE?

Persiapan layanan LTE sudah dilakukan dua tahun lalu. Kalau memasang node B di BTS kami tidak lama. Yang lama adalah menyiapkan jalur transmisi ke internet gateway.

Hasil trial layanan 4G kami, pengguna 3G ada kenaikan konsumsi data hingga 3 kali lipat, dari 500 MB menjadi 1,5 GB. Dari indikasi itu, kami mesti siapkan jalur transmisi yang besar. Ini yang lama. Transmisi ini tidak hanya bicara last mile, tidak hanya dari BTS ke menara lain, tapi sampai ke ujungnya. Jadi ada beberapa menara sudah cukup menggunakan akses microwave, tapi kami juga memiliki site yang terkoneksi dengan akses fiber optic (FO). Saat ini kami punya kabel FO sepanjang 30 ribu kilometer.

Bagaimana kelanjutan rencana perseroan menerbitkan sukuk Rp 1,5 triliun di semester II?

Agenda terbesar kami di semester II adalah memperbaiki balance sheet. Sekarang balance sheet kami berat, karena kurs rupiah terhadap dolar AS melemah. Jadi kami ingin perbaiki balance sheet, antara lain dengan menerbitkan sukuk. Sekarang dalam tahap persiapan. Yang jelas sukuk akan diterbitkan di semester II, tapi nilainya belum bisa ditentukan. Selain itu, ada cara lain seperti refinancing dan lain-lain. Bila waktunya, akan kami sampaikan. Yang jelas, di semester II ini, kami targetkan restrukturisasi bisa selesai.

Apakah penjualan menara menjadi salah satu opsi untuk memperbaiki balance sheet?

Jika harganya pas, itu feasible bagi kami. Aset menara sebetulnya memberikan pendapatan yang lumayan bagi XL. Jadi yang mau membeli menara kami, harus membelinya dengan harga pantas. Jadi kalau pantas, kenapa tidak, karena kami bukan di bisnis menara. Kalau bisnis ini cut di XL, valuasinya lebih tinggi. Jadi jika harganya pantas, kami open.

Kami punya beberapa ribu menara Axis, tapi tidak dijual semua. Kalau di hub, kami tidak jual. Kami akan menjual menara yang berada di end side.

Pemerintah akan menggelar tender Palapa Ring, apakah XL tertarik?

Obyektifnya, tender Palapa Ring sekarang lebih feasible buat operator untuk ikutan. Cuma secara detail, kami belum mendapatkannya. Yang sudah dilakukan adalah tahap prakualifikasi, dan kami sudah lolos. Tapi nanti bentuk bisnis pastinya, informasinya belum didapat secara detail. The devil is in the detail.

Kami membutuhkan detailnya. Misalnya bisnis modelnya seperti apa, berapa besar kami lakukan ekuitas, yang dibayar pemerintah dengan dana USO berapa, berapa yang non-USO, pembayarannya seperti apa, sehingga perhitungan bisnisnya ada.

Sekarang proyek Palapa Ring ada tiga paket, yakni A, B, dan C. Kalau semuanya bagus, kenapa tidak semuanya. Apalagi kalau ada insentif dari pemerintah, lebih bagus. Ada paket, yang secara bisnis mirip CSR. Jadi pemerintah tentu harus fleksibel supaya semua operator bisa main secara fair.

Bagaimana kelanjutan rencana akuisisi saham PT Link Net Tbk?

Sekarang fokus kami di perbaikan balance sheet. Kalau sekarang beli saham Link Net, bagaimana, silakan terjemahkan sendiri.

Tapi tender dua blok 3G terakhir di frekuensi 2.100 MHz tentu ikut?

Prinsipnya frekuensi adalah sumber daya terbesar untuk operator telekomunikasi. Jadi kalau tersedia, operator sudah pasti ambil. Jadi kalau pemerintah bikin tender itu lewat lelang atau beauty contest, pasti kami ikut. Pemerintah mungkin punya pertimbangan sendiri untuk menentukan menggunakan metode lelang atau beauty contest.

Dari mana keuangan mengikuti tender Palapa Ring dan 3G? Kami akan menggunakan kas internal, operational income.

Fokus lain di semester II ini?

Dikaitkan dengan agenda transformasi, kami fokus di agenda rise up. Maksudnya, bagaimana caranya supaya brand persepsi XL semakin tinggi. Saat ini indikasinya sudah bagus, yakni persepsi konsumen terhadap kualitas XL jauh membaik. Namun yang harus dilakukan, bagaimana persepsi itu bisa dimonetisasi. Itu pekerjaan rumah di semester II ini.

Persepsi terhadap networks kami juga bagus, persepsi brand juga bagus, tapi harus bisa ditranslasikan ke average revenue per users (ARPU) lebih tinggi, supaya tingkat profitabilitas kami membaik. Itu semua soal layanan data.

Di semester II, kami targetkan kontribusi layanan data naik menjadi 40% terhadap pendapatan usaha. Saat ini baru 33%. Kenaikan layanan data ini karena konsumsi data makin besar, sementara layanan voice dan SMS cenderung.

Target pendapatan dan laba di semester II?

Mohon maaf kami belum bisa memberikan target semester II.

Jadi agenda transformasi semester II apa saja?

Transformasi kami terdiri dari tiga agenda, yang disingkat 3R, yakni Revamp, Rise Up, dan Reinvent.

Operator seluler mempunyai banyak produk. Ada produk yang profit, tapi ada yang tidak profit. Jangan sampai produk yang tidak profit lebih banyak, karena ujung-ujungnya perusahaan jadi tidak untung. Jadi, di agenda revamp, kami memperbaiki traditional dan modern channel. Kemudian, portofolio produk disimpelkan, supaya lebih mudah bagi konsumen dan profitable bagi perseroan. Dan terakhir, abuser management. Ini penting sekali, karena di layanan data ada 5%-10% konsumen yang create trafik sampai 70%. Kami lakukan upaya supaya abuser behaviour mereka berkurang.

Kedua, rise up, kami naikkan segmen produk XL ke segmen premium. Selama ini kan XL dikenal sebagai price leader. Itu akan kami ubah dengan agenda rise up ini. Bagaimana dengan konsumen segmen bawah? Ini akan dilayani dengan Axis. Jadi prinsipnya, kami mengelola 2 brand, ini jelas tidak mudah. Karena strategi mengelola kedua brand ini juga harus beda.

Ketiga, reinvent, yakni mencari cara baru supaya bisa memonetisasi layanan data lebih baik. Sekarang secara umum monetisasi operator seperti XL lebih banyak menjual akses, misal layanan voice, per call berapa rupiah, per SMS berapa, dan layanan data per megabyte berapa.

Ada banyak cara baru sebenarnya. Misalnya ads based revenue, kami tawarkan konsumen volume data lebih banyak, dengan syarat mereka mau menerima advertising. Misalnya kami kasih 100 megabit/MB per hari. Itu contohnya dari sisi bisnis.

Cara baru juga mencakup hal lain, yakni cost structure. Untuk data service, biayanya sangat tinggi sehingga untuk mendapat profitabilitas yang sama dengan layanan voice, masih jauh. Saat ini profitabilitas layanan data kira-kira baru separuh dari voice (50%). Bisa juga sharing infrastructure, baik pasif infrastruktur maupun aktif.

Dari sisi organisasi/manajemen, apa yang Anda lakukan untuk menyukseskan agenda 3R?

Ketiga agenda itu yang mendasari perubahan dari sisi organisasi termasuk manajemen. Ini agenda terberat, karena kalau bicara cara baru, artinya people berbeda, knowledge berbeda, dan mindset berbeda. Sehingga kami harus menyeleksi orang yang tidak cocok dengan zaman baru, cara baru kami. Tapi kalau revamp di organisasi tidak dilakukan, revamp di bisnis bisa tidak jalan.

Konkretnya?

Kami ada leadership lounge, namanya Forum Top Leaders untuk mengomunikasikan inisiatif-inisiatif agenda reformasi XL. Jumlahnya 100 orang. Nanti mereka yang harus mengomunikasikan ke bawahnya. Misalnya saya dan dan direksi mengomunikasikan ke level vice president (VP). Lalu VP ke level di bawahnya, level manager juga begitu, sehingga pesannya sampai di semua level karyawan.

Ini lumayan sulit, karena komunikasi ini tidak bisa satu kali. Sejak April, kami banyak melakukan forum-forum. Dan forum itu harus dibuat kreatif, tidak satu arah. Misalnya kami buat games atau kuis, kompetisi. Ini untuk mengetahui mereka paham atau tidak? mana yang setuju atau tidak dengan agenda transformasi? Ternyata ada beberapa yang tidak setuju. Untuk model begini, kami berpisah baik-baik. Kebanyakan mau berubah, tapi yang bisa berubah juga tergantung karakteristik mereka. Itu tantangan terbesar. Setiap transformasi perusahaan, bagian people yang sulit. ***
[Mdk/war]

Posting Komentar

 
Top