JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menentukan siapa pemenang kereta cepat
(High Speed Train/HST) rute Jakarta Bandung. Meski demikian, Presiden
Jokowi sudah mendapatkan beberapa laporan yang dipimpin Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution yang juga sebagai ketua
tim penilai.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, sebaiknya pemerintah membatalkan proyek tersebut. Pasalnya, kereta super cepat yang diklaim mampu menempuh kecepatan 36 menit dari Jakarta-Bandung, akan menelan biaya Rp60-Rp73 triliun.
"Masih ada waktu. Sebaiknya pemerintah membatalkan rencana membangun KA super cepat tersebut,"ujar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/9/2015).
Menurutnya, KA supercepat ini harus dibatalkan, lantaran membangun KA super cepat tidak terdapat dalam master plan kebijakan transportasi nasional. "Artinya kereta cepat tidak jelas arah dan tujuannya, untuk apa dan untuk siapa," ujarnya.
Selain itu, pembangunan kereta cepat juga bukan hal yang mendesak, tidak ada urgensinya. Yang sangat mendesak adalah kebutuhan transportasi umum atau angkutan umum (angkot) di kota-kota besar, yang saat ini mati suri.
"Jadi merevitalisasi angkutan umum jauh lebih bermartabat dari kereta cepat yang hanya memanjakan investor belaka," tegasnya.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, sebaiknya pemerintah membatalkan proyek tersebut. Pasalnya, kereta super cepat yang diklaim mampu menempuh kecepatan 36 menit dari Jakarta-Bandung, akan menelan biaya Rp60-Rp73 triliun.
"Masih ada waktu. Sebaiknya pemerintah membatalkan rencana membangun KA super cepat tersebut,"ujar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/9/2015).
Menurutnya, KA supercepat ini harus dibatalkan, lantaran membangun KA super cepat tidak terdapat dalam master plan kebijakan transportasi nasional. "Artinya kereta cepat tidak jelas arah dan tujuannya, untuk apa dan untuk siapa," ujarnya.
Selain itu, pembangunan kereta cepat juga bukan hal yang mendesak, tidak ada urgensinya. Yang sangat mendesak adalah kebutuhan transportasi umum atau angkutan umum (angkot) di kota-kota besar, yang saat ini mati suri.
"Jadi merevitalisasi angkutan umum jauh lebih bermartabat dari kereta cepat yang hanya memanjakan investor belaka," tegasnya.
Posting Komentar