Garut - Nama Kampung Pulo identik dengan sebuah tempat di Jakarta yang rawan banjir dan baru ditertibkan. Di Garut juga ada Kampung Pulo, namun menjadi desa wisata karena keunikannya.

Di Kabupaten Garut, ada sebuah komplek pemukiman kecil bernama Kampung Pulo. Kampung ini begitu unik karena sejak abad ke-17, jumlah kepala keluarga di sana selalu 6, tidak kurang tidak lebih.




Berbeda dengan di Jakarta, Kampung Pulo di Garut merupakan pemukiman kecil di sebuah pulau yang dikelilingi danau di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles. Untuk mencapai kampung pun harus naik semacam rakit terlebih dahulu. Kampung ini dihuni oleh keturunan Embah Dalem Arief Muhammad asal Mataram, yang menyebarkan Islam di Cangkuang dan sekitarnya.

Arief Muhammad ini mempunyai 7 anak, 1 laki-laki dan 6 perempuan. Sehingga di Kampung Pulo hanya dibangun 1 masjid dan 6 rumah. Masjid menggambarkan anak laki-laki sedangkan 6 rumah menggambarkan anak perempuan. Uniknya, ada aturan bahwa jumlah kepala keluarga di Kampung Pulo harus selalu 6.

"Komplek Kampung Pulo di sini bukan rumah biasa karena memiliki filosofi. Yang rumah wajib dihuni 1 kepala keluarga saja. Jadi dari abad ke-17 sampai saat ini di kampung pulo ini tetap 6 kepala keluarga," ujar Zaki Munawar, seorang juru pelihara yang menjadi pemandu saat detikTravel berkunjung ke Kampung Pulo, Sabtu (19/9/2015) kemarin.




Ia menjelaskan bahwa kalau ada keturunan yang sudah menikah, maka maksimal 2 minggu dari pernikahan itu harus ke luar dari Kampung Pulo. Jika ada yang meninggal, salah satu keturunan yang perempuan boleh kembali lagi ke Kampung Pulo. Harus anak perempuan karena Kampung Pulo menganut sistem matrilineal seperti suku Minangkabau.

"Kalau ada yang meninggal, salah satu kepala keluarga boleh yang sudah keluar tadi balik lagi ke sini. Tapi dengan catatan yang boleh masuk sini harus keturunan perempuan, jadi warisan jatuh kepada pihak perempuan. Ini di Sunda tapi hukumnya orang Padang, uniknya di situ," jelas Zaki.



Tak jauh dari komplek rumah di Kampung Pulo, ada makam Arief Muhammad yang dikeramatkan. Makam ini seperti menggambarkan kerukunan antar umat beragama karena berdampingan dengan Candi Cangkuang yang merupakan bangunan Hindu. Wisatawan boleh melihat candi dan berziarah ke makam, tapi ziarah tak boleh dilakukan pada hari Rabu.

"Ada larangan tidak boleh berziarah ke makam yang dikeramatkan pada hari Rabu. Hari Rabu di sini hitungannya juga beda. Hitungannya begini, Selasa ba'da ashar sudah masuk rabu. Rabu ba'da ashar sudah masuk Kamis. Hitungan Jawa Sunda, pakai itu," kata Zaki.




Nah, buat wisatawan yang penasaran ingin datang ke Kampung Pulo, bisa berkunjung setiap hari sejak sekitar pukul 07.00-17.00 WIB. Biayanya mulai dari Rp 3 ribu untuk turis lokal dan Rp 5 ribu untuk turis mancanegara. Saat berkunjung, wisatawan akan melihat langsung suasana Kampung Pulo dengan 6 rumah, candi, makam, serta pembuatan kertas tradisional dari bahan kulit pohon saeh.

Jika ingin keliling kampung sambil mendengar kisah lengkap Kampung Pulo, ada pemandu yang siap mengantar. Ada biaya tambahan di luar harga tiket untuk jasa pemandu.


(Dtk/sw)

Posting Komentar

 
Top