MOSKOW - Penghancuran lebih dari 350 ton makanan asal Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang dilakukan Pemerintah Rusia pada pekan ini memicu kemarahan rakyat Negeri Beruang Merah. Pasalnya, pemusnahan tersebut dilakukan di saat warga di sejumlah wilayah berada dalam situasi sulit yang mengharuskan mereka mencari makanan sendiri. Selain itu, banyak di antara mereka ingat bagaimana kondisi kekurangan pangan pada satu generasi sebelumnya.
Makanan-makanan tersebut dibakar sejak Kamis 6 Agustus 2015 sesuai perintah yang dikeluarkan Presiden Rusia Vladimir Putin. Presiden Putin menetapkan pelarangan sejumlah produk dari Eropa dan AS sebelum mereka melintasi perbatasan.
"Anda tidak bisa menghancurkan makanan begitu saja ketika banyak orang kesulitan mencari makan sendiri," kata aktivis Olga Saveleva yang telah menggalang 320 ribu tanda tangan untuk petisi di Change.org sejak Kamis pekan lalu.
"Media dengan senang hati menunjukkan bagaimana makanan tersebut dibakar. Sementara kami menemukan banyak orang kelaparan, amat banyak yang menderita kemiskinan. Mereka adalah mantan tentara perang (Perang Dunia II) yang ingat peristiwa blokade Leningrad yang menyebabkan ribuan orang tewas kelaparan," ujar Saveleva, sebagaimana dikutip dari USA Today, Senin (10/8/2015).
"Peristiwa ini adalah penghinaan," tegasnya.
Juru Bicara Presiden Vladimir Putin, Dmitry Peskov, setuju pemusnahan makanan tersebut tidak etis. Namun, tambah dia, hal tersebut harus dilakukan sebab makanan itu dianggap sebagai barang ilegal.
Meski makanan-makanan tersebut telah dihancurkan, namun warga dapat mengais sisa makanan. Media lokal di Smolensk, Rusia bagian barat, dekat perbatasan Belarus, melaporkan bahwa beberapa orang mengumpulkan buah persik yang masih utuh dan menggunakannya sebagai bahan minuman keras.
Pemerintah Rusia melarang masuknya daging, buah-buahan, serta produk susu dari AS dan negara-negara Eropa sejak tahun lalu. Pelarangan tersebut merupakan pembalasan atas sanksi yang dijatuhkan Barat atas Rusia setelah penggabungan Krimea dan penyerangan atas Ukraina Timur. Rusia terus membantah keterlibatannya dalam konflik yang terjadi di Ukraina Timur meski sejumlah bukti telah ditemukan.

(Okz/pam/asw)

Posting Komentar

 
Top