JAKARTA – Tim Komunikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi), Teten Masduki, mengatakan bahwa rencana penghidupan kembali pasal penghinaan presiden adalah sebagai bentuk kepastian hukum. Sebab, proses hukum yang berlaku selama ini bergantung pada interpretasi hakim dalam memutuskan apakah sesorang bersalah atau tidak.
"Kalau sekarang yang di KUHP itu pasal karet. Siapa pun bisa dikenakan, bergantung interpretasi penegak hukum. Nah, kalau yang di RUU yang baru itu pasalnya lebih jelas. Supaya tadi, misalnya mereka yang lakukan kontrol terhadap pemerintah, demi kepentingan umum tidak dikenakan pidana. Tapi kalau penghinaan, misalnya fitnah, itu bisa dikenakan," kata Teten di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Mengenai pembatalan Pasal 310 dan 311 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006, menurut Teten, sebenarnya penah diajukan perubahan pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2012. Namun, pembahasan tersebut tidak sampai tuntas.
"Lalu oleh Menkumham sama DPR diputuskan untuk masuk Prolegnas 2015. Jadi secara substansi sebenarnya hampir sama dengan yang diusulkan pemerintahan lalu. Bedanya pasal-pasal yang diusulkan itu berbeda dengan yang diputus MK," tandasnya.
(Okz/Ari)

Posting Komentar

 
Top