JAKARTA - Haryo Unggul (62) menjadi resah karena dia diminta oleh pihak Kodam Jaya untuk mengosongkan tempat tinggalnya hari ini. Warga Kompleks Angkatan Darat di Jalan Otista III, Cipinang Cimpedak, Jatinegara, Jakarta Timur itu juga mendapat ancaman bahwa hari ini TNI akan menurunkan pasukan sebanyak lima truk untuk melakukan pengosongan.
Rumah yang ditinggalinya menjadi satu dari tiga rumah yang terancam
dikosongkan paksa Kodam Jaya, Jumat (31/7/2015) ini. Padahal, anak
mantan purnawirawan Kolonel Rumantio dari Korps Ajudan Jenderal tersebut
mengatakan, saat ini status tanah tempat tinggalnya tengah bersengketa
hingga tingkat Kasasi.
"Nah, kita ditingkat Kasasi, sampai hari ini belum ada surat keputusan tetap. Tetapi, di surat di pengosongan dari Kodam, rumah ini disebut dimenangkan Kodam. Menurut saya surat itu sebelah pihak saja," kata Haryo, kepada wartawan di tempat tinggalnya.
Dia melanjutkan, tanah di atas tempat tinggalnya sebenarnya dimiliki ahli waris seorang pria warga Belanda yang menikah dengan WNI, dengan sertifikat Eigendom Verponding.
Kemudian, pada saat ayahnya Kolonel Rumantio masih berdinas, pihak TNI memberikan bantuan terhadap sejumlah prajurit untuk dibangunkan tempat tinggal, termasuk ayahnya. Sebelumnya, ayah Haryo difasilitasi hotel yang dibiayai TNI setiap bulannya.
"Nah yang penggantian hotel itu dihapus, jadi dibangun ini. Jadi seperti dicicillah dari gaji. Kalau rumah dinas sebenarnya kan anggaran pemerintah sendiri. Air, listrik, dan sebagainya dibayar instansi. Begitu jabatan habis, keluar. Tapi kalau ini kan enggak jelas," ujar Haryo.
Dalam sidang di Pengadilan Tinggi, Haryo mengklaim, hakim pun mempertanyakan soal status tanah kepada pihak Kodam. Tetapi, pihak Kodam hanya memberikan surat kepemilikan berdasarkan denah yang dikeluarkan sendiri.
"Pihak hakim tanya, apa bukti kepemilikan kalau tanah itu punya TNI? Dia (TNI) hanya memberikan gambar denah rumah. Hakim tanya, yang tanda tangan siapa? Oh ini Zeni AD. Kalau gitu tutup dulu aja Pak. Jadi dikira yang tanda tangan BPN, atau yang zaman dulu Agraria," ujar Haryo.
Meski demikian, lanjut Haryo, pengadilan tinggi akhirnya memutuskan bahwa kedua belah pihak tidak dimenangkan. Tetapi perkara ini dinyatakan tetap lanjut. Namun, ketika perkara tersebut tengah berjalan di tingkat Kasasi, Haryo mendapatkan surat perintah untuk mengosongkan rumah dinas.
Surat tersebut dikirim bulan ini sebanyak tiga kali, yang mengatas namakan Komando Derah Militer Jayakarta (Kodam Jaya). Menurut dia, surat diantar dua orang berbaju loreng TNI, yang diyakininya sebagai prajurit.
"Tanggal 30 Juli surat yang ketiga dikasih dua orang berjaket rompi hijau, yang ngasih bilang besok akan kami kirim 5 truk (untuk pengosongan). Soal jadi apa enggak (pengosongan), kita enggak tau, karena mereka yang punya hajat," ujar Haryo.
[Kmps/rb/sw]
"Nah, kita ditingkat Kasasi, sampai hari ini belum ada surat keputusan tetap. Tetapi, di surat di pengosongan dari Kodam, rumah ini disebut dimenangkan Kodam. Menurut saya surat itu sebelah pihak saja," kata Haryo, kepada wartawan di tempat tinggalnya.
Dia melanjutkan, tanah di atas tempat tinggalnya sebenarnya dimiliki ahli waris seorang pria warga Belanda yang menikah dengan WNI, dengan sertifikat Eigendom Verponding.
Kemudian, pada saat ayahnya Kolonel Rumantio masih berdinas, pihak TNI memberikan bantuan terhadap sejumlah prajurit untuk dibangunkan tempat tinggal, termasuk ayahnya. Sebelumnya, ayah Haryo difasilitasi hotel yang dibiayai TNI setiap bulannya.
"Nah yang penggantian hotel itu dihapus, jadi dibangun ini. Jadi seperti dicicillah dari gaji. Kalau rumah dinas sebenarnya kan anggaran pemerintah sendiri. Air, listrik, dan sebagainya dibayar instansi. Begitu jabatan habis, keluar. Tapi kalau ini kan enggak jelas," ujar Haryo.
Dalam sidang di Pengadilan Tinggi, Haryo mengklaim, hakim pun mempertanyakan soal status tanah kepada pihak Kodam. Tetapi, pihak Kodam hanya memberikan surat kepemilikan berdasarkan denah yang dikeluarkan sendiri.
"Pihak hakim tanya, apa bukti kepemilikan kalau tanah itu punya TNI? Dia (TNI) hanya memberikan gambar denah rumah. Hakim tanya, yang tanda tangan siapa? Oh ini Zeni AD. Kalau gitu tutup dulu aja Pak. Jadi dikira yang tanda tangan BPN, atau yang zaman dulu Agraria," ujar Haryo.
Meski demikian, lanjut Haryo, pengadilan tinggi akhirnya memutuskan bahwa kedua belah pihak tidak dimenangkan. Tetapi perkara ini dinyatakan tetap lanjut. Namun, ketika perkara tersebut tengah berjalan di tingkat Kasasi, Haryo mendapatkan surat perintah untuk mengosongkan rumah dinas.
Surat tersebut dikirim bulan ini sebanyak tiga kali, yang mengatas namakan Komando Derah Militer Jayakarta (Kodam Jaya). Menurut dia, surat diantar dua orang berbaju loreng TNI, yang diyakininya sebagai prajurit.
"Tanggal 30 Juli surat yang ketiga dikasih dua orang berjaket rompi hijau, yang ngasih bilang besok akan kami kirim 5 truk (untuk pengosongan). Soal jadi apa enggak (pengosongan), kita enggak tau, karena mereka yang punya hajat," ujar Haryo.
[Kmps/rb/sw]
Posting Komentar