Merdeka.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai pemerintah masih setengah hati memberikan perlindungan pada buruh. Jargon pemerintah hadir untuk buruh dinilai hanya bentuk pencitraan.

Dia mencontohkan, masih banyak kejadian di mana tidak seluruh buruh menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Biasanya perusahaan padat karya, seperti tekstil, garmen, sepatu dan komponen elektronik alpa membayar THR.

"Korea, China, Taiwan, domestik lokal yang biasanya tidak membayar THR. Kalau investor dari Jepang, Eropa dan Amerika cenderung membayar THR. Memang tidak bisa memberikan sanksi perdata karena memang ini Kepmen, setidaknya berikan sanksi administrasi," katanya kepada merdeka.com, pekan ini.

Said mengatakan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tidak pernah memberikan sanksi nyata kepada perusahaan yang tidak membayar THR. Mereka hanya mengeluarkan surat edaran meminta pemerintah daerah membentuk posko THR.

"Pembuatan posko THR yang diperintahkan kepada bupati dan disnaker kota itu juga tidak efektif. Ini hanya sebagai pencitraan. Seolah-olah pemerintah peduli terhadap buruh untuk mendapatkan THR," ujarnya.

Dia mengatakan sudah lebih dari sepuluh tahun lalu setiap posko Lebaran dan surat himbauan tersebut sudah dilakukan, tapi lebih dari 75 persen buruh di Indonesia tidak mendapatkan THR.

"Walaupun ada juga beberapa buruh yang mendapatkan THR tetapi tidak sesuai dengan keputusan menteri nomor 4 tahun 1994. Untuk itu hentikan pencitraan," tegas Said.

Untuk itu dia memberikan tiga saran yang dapat dilakukan oleh Menakertrans Hanif Dhakiri. Pertama adalah dengan memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak bayar THR.

"Setidaknya lima tahun terakhir sudah ada datanya kok. Mana perusahaan selalu yang tidak membayar THR," ungkapnya.

Saran kedua adalah dengan melakukan sidak langsung ke perusahaan yang tidak melakukan pembayaran THR. Karena buruh muskil melaporkan kejadian tersebut kepada pihak terkait. Sebab mereka masih memikirkan kelanjutan hidup mereka.

"Sidaknya gampang, kan sudah ada data lima tahun terakhir yang perusahaan yang tidak pernah bayar THR. Datengin sidak. Mengapa perusahaan ini sebulan menjelang lebaran selalu PHK karyawan kontrak? Nantikan ketawan modusnya," tegas Said.

Saran terakhir adalah dengan memperketat aturan. Karena aturan yang saat ini ada Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 1994 belum memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak membayar THR.

"Untuk tingkatkan lagi menjadi Perpres atau Kepres. Tujuannya apa? Untuk memberikan efek jera. Kalau Kepres bisa memberikan sanksi. Misalnya sanksi perdata aja. 'Pengusaha yang tidak membayar THR dikenakan denda 3x lipat dari THR yang seharusnya dibayarkan. Kan takut perusahaan, jadi dia bayar sekarang daripada bayar 3x lipat," tutupnya.

(Merdeka.com)

Posting Komentar

 
Top