Merdeka.com - Dosen yang juga menjabat Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) di Universitas Lancang Kuning (Unilak) Provinsi Riau, Dr Ir Erva Msi Yandri, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Ia diduga membuat penelitian senilai Rp 5,5 miliar yang tak pernah dipublikasikan alias fiktif.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejati Riau Mukhzan SH kepada merdeka.com Senin (8/6) malam, mengatakan, penetapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti cukup, di mana kegiatan pada tahun 2014 itu terindikasi merugikan negara.

"Penetapan tersangka berinisial EY berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Nomor Print: 03/N.4/ Fd.1/ 05/2015 tanggal 26 Mei 2015 tentang penetapan tersangka dugaan tindak pidana korupsi penelitian yang dilakukan oleh LPPM Universitas Lancang Kuning," jelas Mukhzan.

Menurut Mukhzan, kegiatan ini dilaksanakan pada 2014 antara LPPM Unilak dengan Badan Penelitian dan Pembangunan Provinsi Riau (Balitbang) untuk melakukan 9 judul penelitian.

"Untuk 9 judul Penelitian dianggarkan dana sebesar Rp 5.591.640.750 dari Pemerintah Provinsi Riau. Dana itu dikelola LPPM UNILAK yang diketuai tersangka," ulas Mukhzan.

Dijelaskan Mukhzan, kerjasama penelitian ini merupakan tindak lanjut dari MoU (Nota Kesepakatan) antara Balitbang Provinsi Riau dengan LPPM UNILAK tentang Kerjasama Pembangunan Daerah Nomor: 074/BPP/445 dan Nomor: 122/Unilak-LPPM/C.06/2011 tanggal 11 Agustus 2011.

"Dari hasil penyidikan ditemukan fakta bahwa 9 judul hasil penelitian itu tidak pernah disebarluaskan atau diseminarkan di depan Mahasiswa dan dosen UNILAK serta tidak pernah dipublikasikan di media cetak atau elektronik," terang Mukhzan.

Dalam penyidikan, sambung Mukhzan, juga ditemukan bahwa tim pelaksana penelitian tidak semua berasal dari dosen Unilak. Sementara dalam melakukan penelitian tersebut banyak dosen peneliti yang ternyata tidak pernah ikut dalam penelitian.

"Namun dalam Laporan Pertanggungjawaban, penggunaan dana penelitian serta tanda tangannya dipalsukan. Penyidik juga menemukan adanya kuitansi-kuitansi fiktif yang digunakan untuk memenuhi laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut," ucap Mukhzan.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.


Merdeka.com

Posting Komentar

 
Top