VIVAnews - Kehadiran televisi tiga dimensi (3D) menjadi sesuatu yang baru di dunia hiburan. Gambar yang lebih nyata dibandingkan televisi dua dimensi membuat televisi generasi terbaru ini menjadi primadona di tengah permainan teknologi imajinatif.



Hanya, banyak penikmat tayangan 3D yang tak menyadari bahaya di baliknya. Seperti yang diungkap Samsung Elektronic, produsen yang meluncurkan televisi 3D pada Maret lalu, di situsnya.



Mereka memperingatkan para orangtua untuk memantau anaknya saat menonton tayangan 3D. Mereka menyebut, terlalu sering menyaksikan gambar 3D dapat memicu serangan stroke pada penonton yang memiliki riwayat penyakit tersebut.



"Kami tidak menyarankan menonton 3D, jika Anda berada dalam kondisi fisik yang buruk, sedang membutuhkan tidur, atau setelah minum alkohol," demikian rilis Samsung seperti yang dikutip dari laman ABC News.



Mereka menambahkan, televisi 3D sebaiknya tidak ditempatkan di lokasi terbuka, dekat tangga, area yang banyak terdapat kabel atau benda lain karena bisa membingungkan penonton.



Mereka pun menyarankan untuk berhenti menonton jika merasa pusing, mual, kehilangan kesadaran, kram atau gejala lainnya. Wanita hamil dan lansia juga sempat diminta menghindari menonton tayangan dari televisi 3D. Namun belakangan, Samsung menarik pernyataan bahwa tayangan 3D membahayakan wanita hamil.



Dr Lisa Park, asisten profesor klinis di Departemen Ophthalmology New York University Medical Center Langone mengatakan, tayangan 3D mencoba mengelabui otak dengan gambar yang seolah-olah ada, serta menyajikan perspektif berbeda dari objek yang sama akibat efek kedalaman 3D.



"Menonton 3D terlalu lama menyebabkan kelelahan mata, dan mual, karena mata harus bergerak tidak wajar untuk mendamaikan dua gambar," kata Park. Saat menonton 3D, mata tidak berubah dan menjaga objek fokus seperti halnya saat memandang objek normal.



Menurut Park, efek lebih buruk lebih rentan menimpa anak-anak daripada orang tua. Otak anak usia 8-10 tahun sedang berkembang sehingga bisa mempengaruhi abnormalitas otak anak. Kendati ada perbedaan antara televisi 3D dengan layar lebar 3D di bioskop, lamanya paparan tayangan 3D bisa menyebabkan masalah serius pada mata dan otak.



Pada penderita epilepsi, menonton televisi 3D memicu kejang akibat rangsangan yang sangat provokatif. Dr Souhel Najjar, Direktur Ilmu Neourologi di Staten Island University Hospital menambahkan, video game, musik dan suara-suara tertentu juga memicu respons yang sama. "Jika anak pertama kali melihat film 3D, sebaiknya orangtua mengawasi terutama ketika anak memiliki sejarah epilepsi," katanya.



• VIVAnews




Sumber berita

Posting Komentar

 
Top