JAKARTA - Tewasnya Salim Kancil, aktivis petani di Lumajang, Jawa Timur, merupakan salah satu dari 86 korban kasus lahan yang sebagian digunakan untuk pertambangan. Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) memaparkan, sejak 2014 tercatat adanya perampasan tanah rakyat oleh negara dan perusahaan seluas 2.860.977 hektare.
"Kasus Lumajang merupakan persoalan agraria, dan sepanjang 2014 kami mencatat adanya perampasan lahan sejumlah itu. Jika dirata-rata, perampasan tanah rakyat terjadi pada 0,1hektare per detik di seluruh Indonesia," ujar Kepala Departemen Penguatan Organisasi Rakyat KPA Kent Yusriansyah kepada Okezone, Selasa (6/10/2015).
Ia menambahkan, akar masalah konflik agraria adalah belum dilaksanakan pembaruan agraria oleh pemerintah. Penyebab lain munculnya konflik ialah liberalisi di sektor agraria seperti tanah, air dan segala isi bumi dan di atasnya untuk kepentingan investor.
Sebab itu, ia mendesak agar pemerintah menjadikan kasus pembunuhan Salim Kancil sebagai momentum reformasi agraria.
"Pemerintah harus melihat sesungguhnya masalahnya pada konflik agraria, semua kekayaan bukan digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat sebagaimana mandat UUD 1945," ucap Kent.
Seperti diketahui, Salim Kancil dibunuh secara sadis akibat penolakannya terhadap pertambangan di kampungnya di Desa Selok Awar-Awar. Ia menolaknya karena merusak lingkungan seperti lahan pertanian.
Sementara rekannya, Tosan, juga dianiaya hingga kritis. "Cara-cara brutal tersebut tidak perlu dipilih sebagai pendekatan penyelesaian konflik agraria karena hanya akan memicu korban," pungkasnya.
(Okz/abp)

Posting Komentar

 
Top