SUMUR yang berada di area pemakaman Desa Japura Lor, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, bernama Sumur Mesigit Lawas. Sumur yang airnya sering digunakan untuk “pedadaran” yakni menguji coba badan sesorang untuk mengetahui seseorang tersebut baik atau tidak, memiliki penyakit atau tidak, cepat mendapatkan jodoh atau lama.
Di samping itu, air sumur tersebut juga sering digunakan para pendatang untuk syarat-syarat tertentu, seperti ikhtiar untuk menyembuhkan penyakit, serta untuk kepentingan hajat bagi peziarah yang berdatangan.
Demikian diceritakan kuncen Sumur Mesigit Lawas, Jahid (80 tahun) saat ditemuiKabar Cirebon (KC), di kediamannya yang tidak jauh dari tempat sumur yang dianggap keramat oleh para peziarah yang berkunjung di tempat tersebut.
“Yang dimaksud ‘pedadaran’ itu, untuk mengetahui atau mencoba seperti apa sih badan kita itu, bagus atau tidaknya,” kata Jahid, pria yang sudah memiliki banyak cucu tersebut.
Kalau badan seseorang itu baik, lanjut Jahid, biasanya warna air yang diambilkan oleh dirinya di sumur tersebut biasanya berwarna jernih dan memiliki rasa yang adem, tetapi jika badan sesorang tersebut kurang baik, maka kata dia, warna air akan bermacam-macam warnanya serta memiliki rasa yang asin bercampur pahang atau kurang enak di lidah.
“Jadi air Sumur Mesigit Lawas ini memiliki sembilan warna dan sembilan rasa, berbeda-beda tergantung niatan atau kondisi badan seseorang yang datangnya,” ujar Jahid.
Biasanya, lanjut Jahid, sebelum orang tersebut meminum air dari sumur yang telah diambilkan dirinya, terlebih dahulu Jahid mendoakan dengan tawasul atau mendoakan pembuat sumur tersebut serta para ulama dan sesepuh yang ada di sekitar desa setempat.
Kemudian air itu diminum dan dimandikan kepada orang yang bersangkutan, sebab para pendatang baik dari Cirebon maupun yang dari luar Cirebon masih meyakini akan kekeramatan sumur tersebut yang kata Jahid, sumur itu dibangun pada masa Islam baru ada di daerah setempat oleh Sunan Gunung Jati.
“Ya namanya juga ikhtiar, ngalap berkah pada yang membuat sumur ini. Makanya sebelum meminum dan memandikan saya selalu meminta izin dan tawasul kepada Sunan Gunung Jati, serta para sesepuh-sesepuh lainnya,” terang Jahid yang sudah puluhan tahun mengurusi tempat keramat tersebut.
Dulu, lanjut Jahid, menurut cerita lisan turun-temurun dari nenek-moyangnya, Sumur Mesigit Lawas awalnya sepaket dengan masjid, serta bak untuk berwudhu. Namun, entah kenapa pada suatu malam masjid tersebut ada yang memindahkan secara gaib.
“Namun sebab sudah kesiangan, wali yang memindahkan masjid itu tidak sempat membawa sumurnya. Nah, katanya tiang dan bak wudu dari masjid tersebut sekarang ada di Masjid Al-Karoma yang dekat pasar (Pasar Japura-Red), sedangkan ‘memolo’ (mustaka -red) nya ada di Banten,” ungkap Jahid.
Dan dulu, katanya, sumur keramat peninggalan Sunan Gunung Jati tersebut selalu ramai dikunjungi oleh orang-orang, baik dari desa sekitar maupun pendatang dari luar Cirebon di setiap malam Jumat kliwon, Jumat biasa, serta malam purnama. Dan sering juga tempat tersebut menjadi pilihan bagi yang menginginkan tirakat untuk hajat mereka. Tetapi sekarang kondisinya yang sudah jarang pendatang.
“Ya sekarang sih, paling sebulan itu yang datang bisa dihitung, hanya satu dua orang saja,” katanya.
Meski Sumur Mesigit Lawas terbilang diyakini keramat dan merupakan situs sejarah, namun hingga sampai saat ini belum ada sentuhan dari pihak pemerintah terkait perhatian untuk pelestarian maupun kebutuhan sumur tersebut. Hingga kata Jahid, banyak yang mengaku sebagai kuncen sumur tersebut, sebab tidak ada penetapan kuncen dari pihak terkait.
Posting Komentar