JOMBANG - Kandidat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH.Solahudin Wahid menyatakan penggunaan Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) sebagai mekanisme pemilihan pemimpin tertinggi Nahdlatul Ulama (NU) dalam Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, menyalahi Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga organisasi NU. 

"Aturan organisasi adalah AD/ART dan kata Ahwa tidak ada di dalam AD/ART itu," kata KH Solahudin Wahid yang juga dikenal dengan sebutan Gus Sholah saat menggelar konferensi pers, Minggu (8/2/2015). 

Sebelumnya, wacara ahwa untuk memilih Rais Aam itu tercetus dalam musyawarah nasional alim ulama NU pada 14 Juni lalu. Menurut Gus Sholah adalah hal yang bersifat rekomendasi dan bukanlah keputusan akhir.

Sebagai hal yang bersifat rekomendasi, menurut dia, konsep Ahwa masih memungkinkan untuk dikritisi dan digodok dalam pelaksanaan muktamar dan muktamirinlah yang nantinya akan menentukan penggunaan ahwa itu.

Dia meminta segenap kalangan menahan diri dan tidak memaksakan penggunaan ahwa itu. "Sebagain pihak menganggap ahwa itu musyawarah untuk mufakat, tapi sebagian besar yang lain menganggap tidak (mengakui Ahwa)," lanjut dia. 

Secara pribadi, Gus Sholah setuju penggunaan ahwa, namun tidak untuk digelar muktamar tahun ini. Menurut dia perangkat regulasinya harus dipersiapkan terlebih dahulu sehingga yang paling memungkinkan adalah pemberlakuan pada muktamar yang akan datang. 

"Serahkanlah pada muktamirin melalui pleno, jangan dipaksakan pemberlakuannya sekarang," kata Gus Sholah. 

Mekanisme ahwa ini yang membedakan dengan pelaksanaan muktamar sebelumnya, misalnya pada muktamar ke-32 di Makassar di mana saat itu menggunakan pemilihan secara langsung. Perbedaan sistem kali ini membuat muktamirin terpecah menjadi dua kubu yaitu yang pro ahwa dan yang tidak setuju. 


(Kompas/afh)

Posting Komentar

 
Top