Mulai gerah, ini cara tukang ojek reguler tolak keberadaan GO-JEK
Kehadiran ojek panggilan via online alias GO-JEK dianggap menjadi ancaman bagi sejumlah ojek pangkalan. Para tukang ojek mengaku, penghasilan mereka berkurang sejak munculnya GO-JEK.
Situasi ini kerap kali memancing gesekan di lapangan sehingga pengendara GO-JEK memilih menghindar. Tidak jarang aksi yang berujung ancaman penganiayaan kerap diterima pengemudi GO-JEK.
Salah satunya seperti yang dialami Toni Haryanto. Pengemudi GO-JEK ini mengaku hampir bersitegang dengan tukang ojek pangkalan, andai saja dirinya tidak datang lebih awal saat menjemput pelanggannya.
Dia menceritakan pengalamannya mengantarkan barang di Jalan Daksinapati, Menteng, Jakarta Pusat. Ketika itu, para tukang ojek pangkalan menghampirinya.
"Untung kamu datangnya pagi, karena pengemudi ojek lain sedang mengantar pelanggannya. Lain kali kalau ada kita jangan diambil," kata Toni menirukan ucapan salah satu pengemudi ojek di Jalan Daksinapati.
Lalu ancaman apa lagi yang diarahkan ke pengemudi GO-JEK. Berikut di antaranya.
Ancaman bukan hanya bersifat lisan. Bahkan tukang ojek yang mangkal di dekat apartemen Kalibata City secara terang-terangan melarang GO-JEK beroperasi di wilayah tersebut.
Penolakan tersebut bahkan dipampang di sebuah papan berukuran sekitar 1 X 1,5 meter. Larangan tersebut tidak hanya ditujukan kepada GO-JEK namun juga ke Grab Bike.
Larangan tersebut menjadi viral di media sosial setelah foto larangan tersebut diunggah oleh akun Path Andi Ara, Senin (6/7). Dalam foto tersebut, tampak salah seorang pria berdiri dengan posisi bertolak pinggang, dan satu orang lainnya berdiri di belakangnya sambil menunjuk ke arah tulisan.
"Perhatian...!!! Kami dari persatuan ojek Kalibata City melarang GO-JEK dan Grab Bike masuk ke dalam kawasan Kalibata City. By Kalibata City," demikian tulisan larangan tersebut.
Meski begitu, tidak semua tukang ojek menolak keberadaan GO-JEK. Sebagian dari mereka bahkan percaya, jika fenomena GO-JEK hanya sementara.
"Saya mau tahu setelah itu apakah masih lebih murah dari kita. Sebab, kalau harga murah terus-menerus pasti rugi belum termasuk bayar solar," kata Rahmat (32), tukang ojek yang mangkal di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.
(Mdk/amn/sw)
Posting Komentar