AKARTA - Selama delapan bulan memimpin Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap blunder. Pasalnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu sejak mengumumkan menteri Kabinet Kerja terkesan mencla-mencle.

"Cukup awal saja, waktu mau ngumumin menterinya dimana, lalu dibatalkan. Sekarang jangan salah melulu," ujar pengamat politik asal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhroh kepada Okezone, Minggu (28/6/2015).

Zuhroh menambahkan, pemilihan menteri oleh Presiden Jokowi terbukti tidak proporsional. Terlebih ketika berkampanye sebelum pemilu tahun lalu, pemimpin asal Solo, Jawa Tengah itu mengaku tidak akan melakukan politik transaksional untuk menentukan para pembantunya selama lima tahun memimpin Indonesia.

"Kabinet Kerja yang sekarang tidak proporsional, sebelum terlambat, sebaiknya ditata ulang sesuai prinsip awal," imbuhnya.

Kementerian yang bersinggungan langsung dengan hajat hidup orang banyak, lanjut Zuhroh, harus dihuni oleh sosok-sosok yang kompeten. Sebab itu, Presiden Jokowi, sambungnya, mesti siap untuk tidak populer demi menjaga konsistensi janjinya kepada rakyat selama kampanye.
"Harus konsisten, siap tidak popular. Kementerian yang bersinggungan dengan hajat hidup, tidak boleh dijabat oleh tokoh pemula," sambungnya.

Zuhroh meminta Presiden Jokowi memetakan partai pendukungnya kendati dirinya tidak mempermasalahkan jabatan menteri yang diemban oleh tokoh partai. Namun, ia mengingatkan agar kader partai harus benar-benar kompeten dan profesional.

Menurut Zuhroh, karena tersebut berkaitan dengan kapasitas kepemimpinan Presiden Jokowi dalam menilai sosok-sosok yang dipandang mampu menerjemahkan sekaligus melaksanakan programnya.

"Karena pertanggungjawaban kan ada di Presiden. Jadi publik juga bisa menilai kapasitas Presiden Jokowi dalam memimpin dari penentuan menteri," pungkasnya. (Okezone.com)

Posting Komentar

 
Top