KOMPAS.com — Komnas Perempuan menyatakan, kasus kekerasan yang menimpa bekas murid Anand Krishna berada dalam pemantauan sebagai bentuk dukungan terhadap korban.



Seperti diberitakan, guru spiritual Anand Krishna dilaporkan bekas muridnya, TR dan SM, yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual ke Komnas Perempuan, Jumat (12/2/2010). Kasus yang melibatkan Anand sebagai tokoh ternama memasuki ranah hukum dengan pelaporan salah satu korban ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, Senin (15/2/2010).



Komisioner Komnas Perempuan Arimbi Heroepoetri mengatakan, testimoni dari korban dipercayai lembaga independen ini sebagai kebenaran.



"Prinsip dalam Komnas Perempuan dalam menerima laporan kekerasan adalah the best interest for the victim. Sikap underestimate terhadap korban atau reaksi yang menempatkan korban menerima perlakuan kekerasan bisa menimbulkan reviktimisasi atau perempuan korban kembali menerima perlakuan atau sikap kekerasan saat melaporkan. Ketika korban melakukan testimoni, ia harus melewati usaha keras. Karena itu, testimoni korban dilihat sebagai pengungkapan kebenaran," papar Arimbi kepada Kompas Female.



Komnas Perempuan memantau, pola kekerasan terhadap perempuan dengan relasi kuasa, seperti kasus Anand terhadap muridnya, sudah teridentifikasi dan polanya sudah bisa dikenali. Karena, menurut Arimbi, sejak dua tahun terakhir Komnas Perempuan menemukan laporan kekerasan di luar KDRT terkait relasi kuasa yang melibatkan pejabat publik, pemuka agama, tokoh ternama, bahkan pendidik (dosen). Artinya, laporan atas kasus semacam ini didapati setiap tahunnya.



Masalah yang kemudian muncul, dijelaskan oleh Arimbi, sistem hukum, sosial, dan masyarakat belum memberikan reaksi antisipatif yang berpihak kepada korban.



"Kembali perempuan korban yang disalahkan. Jika dosen melakukan pelecehan terhadap mahasiswinya, lantas si perempuan yang dianggap genit," jelas Arimbi.



Masyarakat juga sering bereaksi dengan membiarkan kasus dengan relasi kuasa semacam ini, bahkan membungkam orang lain atau korban untuk tidak melaporkannya.



Dalam kaitannya dengan kasus Anand, Komnas Perempuan tidak dalam wewenangnya untuk mendampingi apalagi mengintervensi proses hukum. Ditanya mengenai perannya jika kasus Anand masuk ke pengadilan, Arimbi menjelaskan, Komnas Perempuan bisa menjadi saksi ahli sebagai lembaga yang memberikan dukungan berdasarkan testimoni korban.



Arimbi mengatakan, Komnas Perempuan memberikan dukungan kepada korban dengan melakukan pemantauan selama proses kasus Anand berlangsung, sekaligus memastikan keadilan terjadi selama proses tersebut.



Bagiamana agar orang lain memandang kasus ini penting dan mendorong korban untuk memberikan testimoni menjadi fokus perhatian lainnya.



"Kasus seperti ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pemuka agama terhadap korban santrinya. Kasus ini harus dilihat sebagai isu kemanusiaan," tukas Arimbi.



Untuk kasus Anand, pihak korban sudah memiliki sistem dukungan yang kuat dari keluarga dan pengacaranya. Dukungan keluarga terhadap perempuan korban kekerasan memiliki pengaruh kuat, terutama kepada diri korban. Karena, menurut Arimbi, tak banyak keluarga yang membuka dirinya atas testimoni korban dan mendukungnya melewati proses pelaporan.



Untuk korban yang tidak mendapat sistem dukungan kuat semacam ini, Komnas Perempuan akan membantu memberikan dukungan sebagai lembaga. Selanjutnya akan merujuk ke lembaga lain yang terkait untuk melewati proses hukum atau langkah lain yang dibutuhkan korban.

Posting Komentar

 
Top