JAKARTA - Kolonel Inf Sugiyono terlihat gusar setelah mendengar adanya pesawat perintis rute Sentani menuju Oksibil dikabarkan hilang kontak usai berangkat pukul 14.22 WIT. Sebagai Komandan Resort Militer (Danrem) di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, ia ingin segera memimpin prajuritnya untuk bergerak melakukan pencarian pada Minggu 16 Agustus 2015.
"Apalagi saya juga komandan pelaksana operasi. Jadi tidak harus menunggu instruksi Basarnas," ujar Sugiyono saat berbincang dengan Okezone yang dikutip Nyolong News di kantor Basarnas, Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis 27 Agustus 2015.Sugiyono lalu menceritakan pengalamannya memimpin pasukan melakukan operasi pencarian jatuhnya pesawat Trigana Air IL-267 sejak hari pertama. Usai mendapatkan titik koordinat dugaan jatuhnya pesawat, ia beserta 46 personel TNI-Polri dan 100 warga setempat langsung bergerak menembus hutan belantara.
"Memang jaraknya 15 kilometer, tapi jalannya terjal, naik 200 meter terus turun lagi 300 meter, pohon ditebangi," imbuh prajurit yang baru promosi dari letnan ke kolonel tersebut.
Malam itu, tim yang dipimpin Sugiyono pun mesti melawan suhu yang mencapai 7 derajat celsius serta cuaca yang tak menentu. Bahkan, demi keselamatan para penumpang, mereka bergerak cepat meski langit sudah mulai gelap.
"Belum lagi stok logistik yang dibawa tim, karena yang dimiliki prajurit sudah menipis, kami berbagi dengan masyarakat," kenangnya.
Tim SAR gabungan pimpinan Sugiyono pun tak ragu untuk membabat pohon yang dirasa memperlambat pergerakan. Di tengah perjalanan, mereka pun sempat mengalami peristiwa mistik ketika cuaca tiba-tiba berubah secara drastis.
Selanjutnya, dia juga dikagetkan dengan kabut tebal yang menghalangi pandangan para personel SAR hingga sejauh satu meter. Tak berselang lama, angin kencang juga menyapu langkah mereka.
"Saya sudah izin ke Perhutani untuk tebang pohon sebagai buka jalur. Selama perjalanan banyak hal tiba-tiba muncul, misal ada penampakan orang padahal bukan anggota kita. Lalu di hutan semurni itu ada bebek ternak, sempat ada yang kecewa," paparnya sembari tersenyum.
Setelah mengetahui bahwa kawasan yang diduga menjadi titik lokasi pesawat Trigana Air IL-267 adalah wilayah keramat, Sugiyono lalu meminta Bupati Pegunungan Bintang untuk memotong herwan ternak. Melalui ritual tersebut dapat menjadi simbol bahwa tim SAR tak sembarangan memasuki daerah asing.
"Nah, setelah itu, saya minta bupati sembelih hewan ternak, satu saja biar kami dimudahkan," katanya.
Keesokan harinya, perasaan Sugiyono campur aduk usai menemukan pesawat nahas tersebut. Akan tetapi, ia kecewa lantaran semua korban tewas di lokasi. Bahkan, di sekitar puing pesawat dan pepohonan yang berada di jurang harus melihat lembaran uang pecahan Rp100 ribu hangus terbakar dan berserakan.
"Korban kumpul di satu tempat, posisi di jurang. Hanya empat yang terpisah sekira 100 meter. Kalau duitnya, kami langsung ambil, yang utuh sekira Rp700 juta, dan rusak tapi yang bisa dibawa bisa mencapai Rp2 miliar. Sisanya hangus, duit itu tersebar di ada yang di atas pohon," pungkasnya.
Usai menjalankan tugas mengevakuasi korban, ia pun mendapatkan tugas lain, yakni mencari Flight Data Recorder (FDR) dan Voice Cockpit Recorder (VCR) pesawat. Sugiyono menganalogikan ‘berjudi’ kala memperkirakan bahwa kedua instrumen kotak hitam (black box) tersebut berjarak sekira 500 meter dari pohon pertama yang dihantam pesawat sebelum terjatuh.
"Jadi perhitungannya, dia 200 meter menabrak pohon terus tebing. Nah, saya cari dari situ terus mundur 300 meter, dan untungnya memang ketemu," pungkasnya.
Atas keberhasilannya tersebut, Sugiyono lantas dianugerahi penghargaan oleh Basarnas. Ia yang datang dari Pegunungan Bintang mengaku senang atas apresiasi tersebut.
(Okz/fds)
Posting Komentar