BLITAR - Diteropong dari sudut mana pun, Telaga
Rambut Monte ibarat sepotong keindahan di bumi nusantara, tepatnya di
Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Airnya bening kebiru-biruan. Permukaannya airnya jernih bercahaya, menyerupai bingkai cermin raksasa. Cermin itu memantulkan bayangan ranting pinus, akasia, cemara serta semua tanaman liar yang tumbuh di sekitarnya.
Bahkan gumpalan awan di siang hari bisa membayang dengan gamblang. Sungguh pemandangan nan sedap di pandang mata di obyek wisata yang juga cagar budaya ini.
Air di telaga itu mengalir tenang. Riaknya bergulung lembut beraturan. Bagi ikan-ikan, lumut, kawanan plankton dan jasad renik dari masa silam, telaga itu seperti bejana alam.
Tidak peduli waktu. Ketenangan air tidak mengenal musim kemarau mau pun penghujan. Geraknya nyaris stagnan. “Volume airnya juga tidak berubah. Selalu sebanyak itu, “tutur Kasno (64), juru kunci Telaga Rambut Monte.
Wisata alam itu berada di Dusun Rambut Monte, Desa Krisik, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Jika ingin menyempatkan diri dalam rangka libur Hari Raya Lebaran, wisatawan bisa melintasi akses dari Kota Blitar yang kurang lebih, berjarak tempuh 40 kilometer untuk bisa mencapai Telaga Rambut Monte.
Sebutan Monte sendiri adalah mainan anak anak jaman dahulu. Bentuknya kalung serupa tasbih atau rosario dengan bulat manik-manik yang diikat benang. Dusun Rambut Monte sendiri secara topografis, berlokasi di cerukan lereng bukit yang membelah wilayah Kabupaten Blitar dan Kecamatan Pujon Kota Batu.
Dataran tinggi yang kaya akan belukar pepohonan yang membuat suasana terasa sejuk, berkabut dan redup. “Setiap hari cuaca di sini, ya seperti ini (berkabut), “ tambah Kusno.
Aroma dupa ratus yang menyengat membuat suasana terasa magis. Sederet undak anak tangga berbahan semen, menjadi akses utama jalan setapak menuju telaga. Jumlahnya lebih dari 50 anak tangga dengan gaya terasiring melingkar serupa uliran.
Sisi kanan-kirinya tumbuh merambat semak rumput liar. Sepasang kelopak bunga di tengah gerombolan daun putri malu terlihat sedang mekar-mekarnya. Warnanya putih keungu-unguan.
Sekawanan anjing kampung riuh berseliweran. Satu-dua mengonggong menyambut kedatangan wisatawan.
Suasana kampung di tengah hutan yang mengingatkan pada wisata Danau Bedugul dan Kintamani di Pulau Bali.
Hewan setia itu milik warga setempat. Kusno juga memiliki seekor anjing betina yang ia sematkan nama ‘Betty’. Selain sebagai penjaga, bagi sebagian warga Dusun Rambut Monte, anjing menjadi teman untuk mengusir babi hutan. “Anjing di sini rata rata jinak dan tidak menganggu, “ lanjutnya.
Sebuah bangunan beton berdiri gagah pada salah satu sisi telaga.
Tingginya lebih dari sepuluh meter dengan bagian menjorok ke tengah telaga. Para wisatawan selalu menyempatkan diri ke sana.
Dari bagian yang menjorok itu, biasanya digunakan untuk mengambil view Rambut Monte dari udara. Seingat Kusno, air telaga tidak pernah meluap. Meski hujan tumpah sederas-derasnya, volumenya tidak berubah. Limpahan air juga tidak mengubah warna.
Ketinggian air maksimal sepinggang orang dewasa. Jika mau berjalan sedikit ke tengah, kedalaman air bisa membasahi dada.
Air itu memancar dari sumber utama mata air. Sumber yang sekilas seperti mulut raksasa yang menanti mangsa.
Pada warna terbiru, kata Kasno, pusat lubang di tengah telaga menganga itu berada. Biru tosca semu kehijauan. Letaknya sedikit menyudut di sebelah bangunan beton. Bila lebih cermat mengamati, pada seputar “mulut” sumber mata air muncul gelembung udara yang bergerak tidak terputus.
Gelembung dari bawah ke atas itu menyeret butiran pasir halus. “Seperti sumur. Saking dalamnya dasar air sampai tidak terlihat, “ sambung Kusno.
Warna biru di area seputar mulut sumur itu memang lebih tegas.
Lebih pekat dibanding permukaan air lainya. Kusno diam-diam pernah mencoba menjajakinya. Kakek dua cucu itu mengaku penasaran.
Sebagai juru kunci lebih dari empat windu, ia belum tahu secara pasti ukuran kedalaman sumber mata air Telaga Rambut Monte. Panjang bambu dengan ukuran lima belas meter ia tegakkan.
Sampai tiba ruas di genggaman tangan, bambu terujung tak juga menyentuh dasar. “Dalam sekali. Karenanya setiap pengunjung dilarang mencebur. Karena ini berbahaya,“ jelasnya lagi.
Obyek wisata ini sendiri baru ditetapkan sebagai cagar budaya di masa orde baru. Berjarak sekitar 30 meter dari telaga, turut ditemukan candi kuno dengan konstruksi batu bata besar.
Kondisinya tidak sempurna. Tidak ada prasasti atau catatan yang menunjukkan kurun waktu. Di muka candi ada sebuah lingga yang merupakan simbol pemujaan dewa siwa.
“Kata petugas balai peninggalan cagar budaya Mojokerto, candi itu dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, “ tandas Kusno.
Candi Rambut Monte merupakan tempat peribadatan agama Hindu. Pada hari tertentu, tidak sedikit umat Hindu dari berbagai daerah bersembahyang di sana. Sementara Telaga Rambut Monte riwayatnya adalah sumber mata air , di mana para bangsawan kerajaan dan kaum brahmana biasanya membasuh diri.
Airnya bening kebiru-biruan. Permukaannya airnya jernih bercahaya, menyerupai bingkai cermin raksasa. Cermin itu memantulkan bayangan ranting pinus, akasia, cemara serta semua tanaman liar yang tumbuh di sekitarnya.
Bahkan gumpalan awan di siang hari bisa membayang dengan gamblang. Sungguh pemandangan nan sedap di pandang mata di obyek wisata yang juga cagar budaya ini.
Air di telaga itu mengalir tenang. Riaknya bergulung lembut beraturan. Bagi ikan-ikan, lumut, kawanan plankton dan jasad renik dari masa silam, telaga itu seperti bejana alam.
Tidak peduli waktu. Ketenangan air tidak mengenal musim kemarau mau pun penghujan. Geraknya nyaris stagnan. “Volume airnya juga tidak berubah. Selalu sebanyak itu, “tutur Kasno (64), juru kunci Telaga Rambut Monte.
Wisata alam itu berada di Dusun Rambut Monte, Desa Krisik, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Jika ingin menyempatkan diri dalam rangka libur Hari Raya Lebaran, wisatawan bisa melintasi akses dari Kota Blitar yang kurang lebih, berjarak tempuh 40 kilometer untuk bisa mencapai Telaga Rambut Monte.
Sebutan Monte sendiri adalah mainan anak anak jaman dahulu. Bentuknya kalung serupa tasbih atau rosario dengan bulat manik-manik yang diikat benang. Dusun Rambut Monte sendiri secara topografis, berlokasi di cerukan lereng bukit yang membelah wilayah Kabupaten Blitar dan Kecamatan Pujon Kota Batu.
Dataran tinggi yang kaya akan belukar pepohonan yang membuat suasana terasa sejuk, berkabut dan redup. “Setiap hari cuaca di sini, ya seperti ini (berkabut), “ tambah Kusno.
Aroma dupa ratus yang menyengat membuat suasana terasa magis. Sederet undak anak tangga berbahan semen, menjadi akses utama jalan setapak menuju telaga. Jumlahnya lebih dari 50 anak tangga dengan gaya terasiring melingkar serupa uliran.
Sisi kanan-kirinya tumbuh merambat semak rumput liar. Sepasang kelopak bunga di tengah gerombolan daun putri malu terlihat sedang mekar-mekarnya. Warnanya putih keungu-unguan.
Sekawanan anjing kampung riuh berseliweran. Satu-dua mengonggong menyambut kedatangan wisatawan.
Suasana kampung di tengah hutan yang mengingatkan pada wisata Danau Bedugul dan Kintamani di Pulau Bali.
Hewan setia itu milik warga setempat. Kusno juga memiliki seekor anjing betina yang ia sematkan nama ‘Betty’. Selain sebagai penjaga, bagi sebagian warga Dusun Rambut Monte, anjing menjadi teman untuk mengusir babi hutan. “Anjing di sini rata rata jinak dan tidak menganggu, “ lanjutnya.
Sebuah bangunan beton berdiri gagah pada salah satu sisi telaga.
Tingginya lebih dari sepuluh meter dengan bagian menjorok ke tengah telaga. Para wisatawan selalu menyempatkan diri ke sana.
Dari bagian yang menjorok itu, biasanya digunakan untuk mengambil view Rambut Monte dari udara. Seingat Kusno, air telaga tidak pernah meluap. Meski hujan tumpah sederas-derasnya, volumenya tidak berubah. Limpahan air juga tidak mengubah warna.
Ketinggian air maksimal sepinggang orang dewasa. Jika mau berjalan sedikit ke tengah, kedalaman air bisa membasahi dada.
Air itu memancar dari sumber utama mata air. Sumber yang sekilas seperti mulut raksasa yang menanti mangsa.
Pada warna terbiru, kata Kasno, pusat lubang di tengah telaga menganga itu berada. Biru tosca semu kehijauan. Letaknya sedikit menyudut di sebelah bangunan beton. Bila lebih cermat mengamati, pada seputar “mulut” sumber mata air muncul gelembung udara yang bergerak tidak terputus.
Gelembung dari bawah ke atas itu menyeret butiran pasir halus. “Seperti sumur. Saking dalamnya dasar air sampai tidak terlihat, “ sambung Kusno.
Warna biru di area seputar mulut sumur itu memang lebih tegas.
Lebih pekat dibanding permukaan air lainya. Kusno diam-diam pernah mencoba menjajakinya. Kakek dua cucu itu mengaku penasaran.
Sebagai juru kunci lebih dari empat windu, ia belum tahu secara pasti ukuran kedalaman sumber mata air Telaga Rambut Monte. Panjang bambu dengan ukuran lima belas meter ia tegakkan.
Sampai tiba ruas di genggaman tangan, bambu terujung tak juga menyentuh dasar. “Dalam sekali. Karenanya setiap pengunjung dilarang mencebur. Karena ini berbahaya,“ jelasnya lagi.
Obyek wisata ini sendiri baru ditetapkan sebagai cagar budaya di masa orde baru. Berjarak sekitar 30 meter dari telaga, turut ditemukan candi kuno dengan konstruksi batu bata besar.
Kondisinya tidak sempurna. Tidak ada prasasti atau catatan yang menunjukkan kurun waktu. Di muka candi ada sebuah lingga yang merupakan simbol pemujaan dewa siwa.
“Kata petugas balai peninggalan cagar budaya Mojokerto, candi itu dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, “ tandas Kusno.
Candi Rambut Monte merupakan tempat peribadatan agama Hindu. Pada hari tertentu, tidak sedikit umat Hindu dari berbagai daerah bersembahyang di sana. Sementara Telaga Rambut Monte riwayatnya adalah sumber mata air , di mana para bangsawan kerajaan dan kaum brahmana biasanya membasuh diri.
Posting Komentar