BINTAN- Riyanto (34), petani kampung Wacopek, Kelurahan Gunung Lengkuas, Bintan, panen jagung manis 4 ton per hektare (ha).
Petani asal Jember Jawa Timur itu mengatakan, jagung manis dapat ditanam di daerah dataran rendah seperti Bintan ini.
Suhu ideal untuk pertumbuhan jagung manis, katanya, 21-30 derajat Celcius, tanah yang baik adalah tanah yang gembur, dengan derajat keasaman tanah antara 5,6.
Keadaan tempat untuk jagung manis baiknya yang terbuka, memerlukan sinar matahari yang cukup banyak, dan tidak tergenang air.
"Karakter seperti ini Bintan sangat cocok,"kata Riyanto, yang sudah puluhan kali mengikuti penelitian dan pengembangan Kementerian Pertanian dan berkeliling provinsi baik di pulau Jawa, Sumatera maupun Kalimantan.
Panen jagung manis, lanjutnya, setelah 80-90 hari masa tanam. Pemeliharaan dan pemuliaan tanamannya tidak terlalu rumit.
Bahkan bisa dibilang sangat mudah, menurut bapak satu anak ini. Karena tidak sedikit hama yang menyerang.
"Untuk biaya penyemprotan hama tidak banyak. Karena hama jagung ini jenisnya seperti belalang dan ulat. Belalang ini menyerang daun. Sedangkan ulat menyerang buah," jelasnya.
Kendala utama, yang dihadapinya adalah keterlambatan datangnya pupuk bersubsidi dari pemerintah. Semestinya pupuk sudah datang pada saat datangnya musim tanam. Tetapi pupuk justru datang menjelang panen.
"Jadinya tanaman kita kurang pupuk. Kalau saja datangnya tepat waktu, panen jagung kita bisa berlipat. Bisa mencapai 8-9 ton per hektare," ujar Riyanto.
Dalam mengerjakan penanaman jagung, Riyanto dibantu 5 orang petani lainnya. Saling bergantian dan bergotong royong untuk pekerjaan yang memerlukan tenaga banyak. Seperti saat menanam, saat menyaingi, dan waktu memanen.
"Saling bergiliran, kalau sudah selesai di ladang saya, lalu pindah ke ladang Supadi, petani teman saya saling kongsi tenaga," sebut Riyanto.
Supadi (27), petani, yang membantu Riyanto memanen jagung, mengatakan, pertanian di Bintan masih menjanjikan.
"Untuk biaya penyemprotan hama tidak banyak. Karena hama jagung ini jenisnya seperti belalang dan ulat. Belalang ini menyerang daun. Sedangkan ulat menyerang buah," jelasnya.
Kendala utama, yang dihadapinya adalah keterlambatan datangnya pupuk bersubsidi dari pemerintah. Semestinya pupuk sudah datang pada saat datangnya musim tanam. Tetapi pupuk justru datang menjelang panen.
"Jadinya tanaman kita kurang pupuk. Kalau saja datangnya tepat waktu, panen jagung kita bisa berlipat. Bisa mencapai 8-9 ton per hektare," ujar Riyanto.
Dalam mengerjakan penanaman jagung, Riyanto dibantu 5 orang petani lainnya. Saling bergantian dan bergotong royong untuk pekerjaan yang memerlukan tenaga banyak. Seperti saat menanam, saat menyaingi, dan waktu memanen.
"Saling bergiliran, kalau sudah selesai di ladang saya, lalu pindah ke ladang Supadi, petani teman saya saling kongsi tenaga," sebut Riyanto.
Supadi (27), petani, yang membantu Riyanto memanen jagung, mengatakan, pertanian di Bintan masih menjanjikan.
Karenanya ia bersama tujuh petani lainnya datang dari Jember,
bekerja berkelompok, saling bantu-membantu dalam pekerjaan yang
membutuhkan beberapa tenaga kerja dalam satu waktu.
"Namanya saling merantau, saling membantu, bergotong royong. Karena di kampung juga demikian, untuk pekerjaan-pekerjaan besar," ujar Supadi. (Okezone.com)
"Namanya saling merantau, saling membantu, bergotong royong. Karena di kampung juga demikian, untuk pekerjaan-pekerjaan besar," ujar Supadi. (Okezone.com)
Posting Komentar