JAKARTA - Mantan Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, M. Firmansyah mendapati 40 pertanyaan dari penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri usai diperiksa selama sembilan jam sebagai tersangka pengadaan alat uninteruptible power suply (UPS) untuk sejumlah sekolah di Jakarta pada APBD Perubahan 2014.
Kuasa hukum Firmansyah, Abimanyu Kameshwara menjelaskan pertanyaan yang diajukan seputar tugas dan fungsinya sebagai Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta periode 2009-2014 saat pembahasan anggaran pengadaan alat uninteruptible power suply (UPS) untuk sejumlah sekolah Jakarta pada APBD Perubahan 2014.
"Batasan beliau sebagai ketua komisi. Kemudian ditanyakan munculnya anggaran itu dari mana. Anggota dewan mana yang mengajukan. Bagaimana sampai disahkannya," jelas kuasa hukum Firmansyah, Abimanyu Kameshwara, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (23/11/2015).
Dia melanjutkan, dalam pemeriksaan sebagai tersangka, penyidik mencoba menggali lebih dalam terkait pengajuan anggaran pengadaan UPS, diantaranya siapa yang pertama kali mengajukan pengadaan ini.
"Lolosnya anggaran itu sesuai dengan prosedur, cuma penyidik menelaah lebih dalam siapa sih yang pertama kali mengajukan ini. Jakarta Barat anggota dewan yang mana, Jakarta Pusat dari komisi berapa, kurang lebih begitu," jelasnya.
Menurut Abimanyu, pengajuan pertama pengadaan alat UPS ini berasal dari Fahmi Zulfikar, yang juga ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim. Fahmi diketahui saat itu merupakan anggota Komisi E DPRD periode 2009-2014.
"Dari keterangan beliau itu dari Pak Fahmi dan timnya. Kemudian, posisi Pak Firman itu sebagai Ketua Komisi E, dia telaah semua, dalam rapat paripurna akhirnya disahkan," ungkap Abimanyu.
Seperti diketahui Bareskrim menetapkan Fahmi Zulfikar dan M. Firmansyah sebagai tersangka menyusul dua orang yang telah ditetapkan tersangka sebelumnya yakni Alex Usman dan Zaenal Soleman. Penetapan tersangka ini dilakukan karena mereka diduga turut serta dalam kasus yang merugikan negara lebih dari Rp50 miliar ini.
Posting Komentar