GERBANG kemerdekaan Indonesia seolah sudah di depan mata, ketika Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk, sebagai pengganti Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 7 Agustus 1945.
Tak lama kemudian pada 9 Agustus 1945, Soekarno beserta dokter pribadinya, KRT Radjiman Wedyodiningrat dan Mohammad Hatta, “diundang” ke markas Panglima Angkatan Perang Jepang di Asia Tenggara, Marsekal Terauchi Hisaichi di Vietnam Selatan.
Dalam beberapa sumber, dikatakan undangan itu untuk melantik ketiganya sebagai pembesar PPKI, sekaligus menagih janji kemerdekaan dari negeri sakura tersebut. Tapi di sejumlah sumber lainnya, disebutkan undangan itu masih misterius untukSoekarno Cs.
Mereka berangkat lewat jalur udara menuju Vietnam Selatan yang kala itu, sedianya masih jadi teritorial Perang Pasifik yang berbahaya. Pasalnya, salah-salah bisa jadi korban pesawat pemburu Amerika Serikat (AS) yang pada medio 1945, sudah digdaya di angkasa Asia, menyusul merosotnya kekuatan Jepang.
Belum lagi, pada 9 Agustus di Jepang sendiri, kembali terjadi petaka besar di mana bom atom kedua bernama “Fat Boy”, memusnahkan kota industri Nagasaki beserta warganya. Sebelumnya, AS sudah lebih dulu meluluhlantakkan Hiroshima dengan bom nuklir serupa.
Bom yang dijatuhkan di Nagasaki, dikatakan lebih dahsyat dari bom atom yang mengguncang Hiroshima.
Sekira 80 ribu warga sipil jadi korban. Radius kerusakannya mencapai 1,6 kilometer dari ground zero. 150 tentara Jepang serta sejumlah tawanan perang, baik warga maupun militer AS, Belanda dan Inggris ikut tewas.
9 Agustus itu pula, mereka tiba di Singapura untuk menginap selama satu malam, demi menghindar dari penerbangan malam. Sehari setelahnya mereka baru melanjutkan perjalanan dengan pengawalan perwira Jepang, Letkol Nomura serta Miyoshi, dan mendarat di Saigon (kini Ho Chi Minh City).
Pengalaman menginap di Istana Saigon sempat mereka rasakan terlebih dulu, sebelum pada 11 Agustus berangkat lagi ke Da Lat, sekitar 300 kilometer dari Saigon. Kendati begitu, belum juga bisa mereka temui Marsekal Terauchi.
Barulah 12 Agustus, pertemuan yang dinanti terjadi juga, di mana singkat cerita, Terauchi menjanjikan kemerdekaan yang sangat diharapan Soekarno Cs. Dalam pertemuan itu, Terauchi menyatakan Jepang ingin melihat Indonesia sudah merdeka pada 24 Agustus.
“Apakah sudah boleh bekerja sekitar 25 Agustus 1945?,” tanya Soekarno setelah dijanjikan soal tanggal 24 Agustus.
Jawaban positif pun diberikan Terauchi. Tanpa berlama-lama, mereka kembali ke Indonesia dengan situasi perjalanan yang tak kurang berbahaya. Apalagi, pesawat untuk mereka pulang lebih memprihatinkan, lantaran hanya diantar pesawat pembom kuno berukuran kecil, tanpa adanya tempat duduk di kabin pesawat.
Terdapat sekilas cerita unik dalam perjalanan pulang, di mana Mohammad Hatta harus terima wajah dan tubuhnya terkena percikan air seni Soekarno!
Sebagaimana dikutip dari ‘Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’, Soekarno yang kebelet buang air kecil, terpaksa mengucurkan air seninya ke lubang-lubang di ekor pesawat, akibat ketiadaan toilet di pesawat rongsokan itu.
Tak dinyana, tiupan angina mengempaskan air kencing Soekarno ke seluruh kabin pesawat. “Kawan-kawanku yang malang itu mandi dengan air istimewa,” cetus Soekarno.
Begitu mendarat di Jakarta, Hatta Cs tentu masih dalam kondisi basah akibat air seni “si bung besar” Soekarno.
Terlepas dari itu, ternyata jawaban Soekarno pada para pemuda soal hasil pertemuan dengan Terauchi, tak ditanggapi hangat, hingga terjadi perdebatan antara kaum muda Sutan Sjahrir Cs, yang ingin segera Soekarno memproklamirkan kemerdekaan.
Posting Komentar