JAKARTA - Persib Bandung resmi dibubarkan. Setelah
diputuskan kontraknya oleh manajemen, nasib seluruh penggawa Maung
Bandung pun kini kian tak menentu. Apalagi, situasi persepakbolaan di
Indonesia kini tengah carut marut. Winger lincah sekaligus kapten
Persib, Atep Rizal, pun mengaku sedih.
Atep mengaku sangat kecewa setelah mendapatkan kabar pemutusan kontrak dari manajemen Maung Bandung.
"Kecewa sekaligus bingung menerima kenyataan ini. Tapi, kami juga menyadari dan harus memahami situasi yang dihadapi manajemen. Semua berawal dari dibekukannya PSSI oleh Menpora, yang membuat kompetisi di dalam negeri pun jadi tak ada," ungkap Atep kepada Okezone via telefon, Kamis 2 Juli 2015.
Eks pilar Persija Jakarta ini pun mendesak Kemenpora dan PSSI bisa segera sadar dan mau duduk bersama demi kemajuan sepakbola nasional. Terlebih menurutnya Menpora, yang telah membuat ribuan pesepakbola harus kehilangan pekerjaannya.
"Manajemen juga pastinya akan kesulitan jika mempertahankan kita, sebab kejelasan kompetisi saja belum ada. Kami hanya berharap semua pihak mau duduk bersama dan sepakbola di Indonesia kembali berjalan normal. Terlebih untuk Menpora, saya pikir manuver dia sejauh ini telah menimbulkan efek yang masif, namun sayangnya efeknya buruk. Praktis dia kini telah membuat para pemain bola menjerit,” paparnya lagi.
Pembekuan PSSI oleh Kemenpora hingga berujung pada sanksi FIFA memang membuat kondisi tim-tim Indonesia Super League ataupun Divisi Utama jadi tidak jelas. Atep pun menyinggung soal dugaan match fixing timnas U-23 yang menurutnya bukan tak mungkin hanya sekedar rekayasa Kemenpora.
Seperti diketahui, eks Menpora, Roy Suryo, telah mengklaim kalau rekaman pembicaraan pelaku match fixing yang sempat beredar luas di media, ternyata dibuat di gedung Kemenpora.
"Bukan tak mungkin ini semua hanya sekedar rekayasa. Sangat aneh memang, selalu ada terus permasalahan. Kini muncul dugaan match fixing, ke depannya jangan heran kalau ada masalah baru lagi. Ini tidak kelar-kelar! Saya pribadi meminta Menpora untuk sadar dan lebih mementingkan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi. Dia harusnya sadar kalau pemain lah yang jadi korban,” celotehnya lagi.
Disisi lain, tidak seperti para pesepakbola Tanah Air lainnya, Atep pun menutup peluang untuk bermain di turnamen antar kampung alias tarkam. Dia lebih memilih hijrah ke luar negeri andai ada tawaran yang datang.
“Jika ada klub luar negeri yang tertarik dan mengakui kualitas saya, maka saya tak akan berpikir dua kali untuk hijrah ke luar negeri.
Saya pikir saya tidak akan bermain tarkam. Itu sangat berisiko cedera, kita lihat apa yang terjadi pada Saktiawan Sinaga baru-baru ini. Kalau sudah cedera, nanti siapa yang nanggung. Tawaran sebenarnya sudah banyak, termasuk dari Ramadhan League di Makassar. Tapi, saya pikir tidak!” tandasnya.
Atep mengaku sangat kecewa setelah mendapatkan kabar pemutusan kontrak dari manajemen Maung Bandung.
"Kecewa sekaligus bingung menerima kenyataan ini. Tapi, kami juga menyadari dan harus memahami situasi yang dihadapi manajemen. Semua berawal dari dibekukannya PSSI oleh Menpora, yang membuat kompetisi di dalam negeri pun jadi tak ada," ungkap Atep kepada Okezone via telefon, Kamis 2 Juli 2015.
Eks pilar Persija Jakarta ini pun mendesak Kemenpora dan PSSI bisa segera sadar dan mau duduk bersama demi kemajuan sepakbola nasional. Terlebih menurutnya Menpora, yang telah membuat ribuan pesepakbola harus kehilangan pekerjaannya.
"Manajemen juga pastinya akan kesulitan jika mempertahankan kita, sebab kejelasan kompetisi saja belum ada. Kami hanya berharap semua pihak mau duduk bersama dan sepakbola di Indonesia kembali berjalan normal. Terlebih untuk Menpora, saya pikir manuver dia sejauh ini telah menimbulkan efek yang masif, namun sayangnya efeknya buruk. Praktis dia kini telah membuat para pemain bola menjerit,” paparnya lagi.
Pembekuan PSSI oleh Kemenpora hingga berujung pada sanksi FIFA memang membuat kondisi tim-tim Indonesia Super League ataupun Divisi Utama jadi tidak jelas. Atep pun menyinggung soal dugaan match fixing timnas U-23 yang menurutnya bukan tak mungkin hanya sekedar rekayasa Kemenpora.
Seperti diketahui, eks Menpora, Roy Suryo, telah mengklaim kalau rekaman pembicaraan pelaku match fixing yang sempat beredar luas di media, ternyata dibuat di gedung Kemenpora.
"Bukan tak mungkin ini semua hanya sekedar rekayasa. Sangat aneh memang, selalu ada terus permasalahan. Kini muncul dugaan match fixing, ke depannya jangan heran kalau ada masalah baru lagi. Ini tidak kelar-kelar! Saya pribadi meminta Menpora untuk sadar dan lebih mementingkan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi. Dia harusnya sadar kalau pemain lah yang jadi korban,” celotehnya lagi.
Disisi lain, tidak seperti para pesepakbola Tanah Air lainnya, Atep pun menutup peluang untuk bermain di turnamen antar kampung alias tarkam. Dia lebih memilih hijrah ke luar negeri andai ada tawaran yang datang.
“Jika ada klub luar negeri yang tertarik dan mengakui kualitas saya, maka saya tak akan berpikir dua kali untuk hijrah ke luar negeri.
Saya pikir saya tidak akan bermain tarkam. Itu sangat berisiko cedera, kita lihat apa yang terjadi pada Saktiawan Sinaga baru-baru ini. Kalau sudah cedera, nanti siapa yang nanggung. Tawaran sebenarnya sudah banyak, termasuk dari Ramadhan League di Makassar. Tapi, saya pikir tidak!” tandasnya.
Posting Komentar