SOLO - Eks kiper Persija Jakarta dan Pusamania Borneo FC, Galih Sudaryono, kini menjadi sopir odong-odong di Stadion Manahan Solo. Hal itu dilakukannya menyusul matinya kompetisi buntut pembekuan PSSI oleh Menpora, Imam Nahrawi, pada April 2015.

Alhasil banyak pemain yang memutuskan untuk beralih pekerjaan, salah satunya adalah Galih. 

Galih memutuskan untuk menyandarkan hidupnya sebagai penjaga mainan odong-odong.

Setiap Minggu, pemain berusia 28 tahun itu menyewakan mainan odong-odong dan kereta mini di kawasan Sunday Market kompleks Stadion Manahan, Solo. Profesi baru ini sudah dijalani Galih sejak kompetisi dihentikan atau sekitar dua bulan yang lalu.

“Mau apa lagi? Sebagai pemain kami tetap harus berusaha memenuhi kebutuhan. Mau tidak mau harus mencari penghasilan dari tempat lain. Apa saja yang penting halal,” ujar Galih mengutip Solopos.com, Selasa (28/7/2015).

Galih mengaku sempat malu saat menjadi sopir odong-odong.
“Awalnya sih sempat minder. 

Apalagi saat itu harus buka stand di lapangan sepakbola. Batin sempat bergejolak. 

Kalau biasanya di lapangan meneriaki rekan-rekan setim, kini harus meneriaki pengunjung untuk menawarkan odong-odong,” tutur pria yang berdomisili di Perumnas Palur, Karanganyar, itu.

Galih menambahkan, sebenarnya sempat mendapat tawaran dari beberapa klub, termasuk Persis Solo, untuk kembali bermain di kancah Piala Kemerdekaan. Namun, tawaran itu ia tolak karena takut akan sanksi dari PSSI.

Ketakutannya itu tak terlepas dari ancaman PSSI yang akan memberikan sanksi bagi pemain maupun klub yang mengikuti Piala Kemerdekaan bentukan Kemenpora.

“Kisruh sepakbola di Tanah Air sampai sekarang belum selesai. Daripada tidak jelas, lebih baik saya berhenti dulu. Tunggu kemelut PSSI versus Menpora selesai dulu saja, baru saya main lagi,” imbuh suami Lia Dwitamawati dan ayah dari Shely Marela itu.

Dua bulan menjadi penjaga mainan odong-odong, Galih mengaku banyak hikmah yang didapat. Ia menjadi lebih sabar, tak mudah putus asa dan juga memperoleh banyak teman. Temannya kali ini tak hanya para pelaku sepak bola, tapi juga masyarakat menengah ke bawah yang menyandarkan hidupnya dari berjualan di pasar-pasar malam. (Solopos.com)
(fap/sw)

Posting Komentar

 
Top