Batam - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam melayangkan somasi kepada PT Perusahaan Gas Negara (PGN), karena kebijakan perusahaan tersebut menjual gas kepada Bright PLN Batam dalam mata uang dolar.
Akibatnya, PLN juga menyesuaikan tarif listrik berkala mengikuti harga gas.
Kadin menilai, tindakan PGN tersebut melanggar Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ketua Kadin Batam Somasi yang dilayangkan Kadin melalui surat bernomor 030/KDN-BATAM/KT/VI/2015 dilayangkan kepada pimpinan PT PGN Cabang Batam.
Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk mengatakan, somasi ini dilayangkan karena tidak ada niat dari PT PGN untuk merivisi kebijakan menjual gas dengan dolar Amerika Serikat.
Padahal, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan itu harus memberi contoh dalam menegakkan UU.
"Somasi ini bukan hanya sekadar opini keberatan dunia usaha saja
karena naiknya tarif listrik. Tetapi kita serius membawa hal ini ke
ranah hukum. Bila PGN tidak merevisi, kita akan laporkan ke polisi atau
kejaksaan. Orang bayar makan saja di restoran pakai mata uang asing saja
ditangkap polisi kok," kata Jadi menjawab Tribun, Senin (29/6).
Saat ini, Kadin sedang mengumpulkan bukti-bukti pembayaran listrik
perusahaan di Batam, seperti hotel, mal, dan industri. Hal itu akan
dijadikan bukti untuk melaporkan pimpinan PGN nantinya ke polisi.
Kadin juga sudah berkonsultasi dengan Bank Indonesia selaku otoritas moneter terkait hal ini.
Menurut Jadi, tidak ada alasan bagi PGN menjual gas dengan mata
uang asing karena gas yang mereka jual, transaksinya di Indonesia.
Bahan bakunya juga berasal dari perut bumi Indonesia. Bahkan gas itu mereka ambil dari Natuna yang masih Provinsi Kepri.
Selain itu, pemerintah juga sudah memberlakukan hal yang sama bagi
perusahaan-perusahaan industri Migas dan penunjang Migas di seluruh
Indonesia. Mereka tidak boleh lagi bertransaksi menggunakan mata uang
asing.
Artinya, kata Jadi, tidak ada alasan bagi PGN menggunakan mata uang asing bila bertransaksi di Indonesia.
Menurut Jadi, sebenarnya Kadin Batam sudah mengajukan keberatan itu sejak tahun 2009 ketika Bright PLN menetapkan PTLB (Penetapan Tarif Listrik Berkala) di luar tarif dasar listrik yang ditetapkan.
PTLB ini bisa naik turun, tergantung fluktuasi mata uang. Hanya
saja, karena ada transisi pengurusan Kadin waktu itu, masalah ini
terdiam.
Nah, di tengah harga dolar yang saat ini membubung hingga Rp 13 ribu lebih per dolar, para pengusaha di Batam kembali terpekik.
Soalnya, PTLB yang diterapkan PLN juga naik karena harga gas yang mereka beli kepada PGN otomatis menjadi mahal. Sementara PLN menjual listrik menggunakan rupiah.
"Kenaikan PTLB ini antara 5-10 persen dalam enam bulan terakhir.
Kantor Kadin saja yang sebulannya membayar Rp 40 juta, PTLB-nya sekitar
Rp 200-300 ribu. Bisa dibayangkan beban yang ditanggung oleh hotel, mal,
industri, yang setiap bulannya membayar listrik ratusan juta hingga
miliaran rupiah," kata Jadi.
Ketika ditanya, kenapa yang diprotes Kadin bukan PLN yang menerapkan PTLB, Jadi menjawab, yang menjadi perhatian Kadin adalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PGN.
Perlakuan hukum harus diterapkan sama, tidak terkecuali kepada PGN.
"Kalau kita sepakat pakai rupiah, ya, semua harus pakai rupiah. Apa
bedanya PGN dengan pengusaha hotel atau restoran seafood, sama-sama
berbisnis di Indonesia kan? Ya, wajib hukumnya pakai rupiah," kata Jadi.
(Tribunnewbatam.com)
Posting Komentar