Kredit macet atau non performing loan (NPL), menjadi salah satu penyakit yang bisa menghambat perkembangan sektor jasa keuangan. Apa yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut.
Kepala Ekonom BCA David Sumual, menyebutkan, ada sejumlah faktor
pemicu terjadinya kredit macet. Diantaranya, sistem analisis kredit
yang kurang baik dari si pemberi kredit baik bank ataupun lembaga jasa
keuangan lainya.
"Administrasi sistem informasi kurang baik, demikian juga tata
perbankan seperti agunan yang kurang," kata dia dalam siaran pers yang
diterima VIVA.co.id Jumat 26 Juni 2015.
Hal tersebut diperburuk apabila ada oknum di bank yang bermain
dalam penyaluran kredit. Jika seperti itu yang terjadi, risiko macetnya
kredit akan besar.
"Sayangnya di Indonesia belum ada ada biro kredit yang bisa diakses oleh perbankan," ujarnya.
Padahal, kata dia, perbankan di Indonesia pengawasannya paling ketat dan setiap saat bisa diaudit dengan aturan yang ketat juga.
Kredit macet tidak harus dipidana
Tidak semua kasus kredit macet masuk ke ranah korupsi, namun juga
bisa diselesaikan secara perdata dengan pembayaran kerugian di
pengadilan.
"Di dalam melihat kredit macet, bisa dilihat dari dua sisi apakah
adanya ketidakmampuan bayar debitur atau murni ada pelanggaran hukum,"
kata Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar dalam
kesempatan yang sama.
Karena itu menurutnya, di dalam penanganan kasus kredit macet
tersebut, pihak penegak hukum khususnya penyidik untuk berhati-hati
dalam bertindak. Mengingat bisa saja debitur itu hanya tidak mampu
bayar.
"Namun debitur itu memiliki jaminan, tentunya yang disita," tambahnya.
Sebenarnya dalam kredit macet itu sendiri, dimulai dengan tahapan
perdata seperti adanya perjanjian atau akad kredit kemudian dilihat dari
sisi legal standing-nya.
Ia menjelaskan secara aturan hukum kredit macet masuk dalam
keperdataan. Namun, saat orang itu yang memanfaatkannya melanggar hukum
maka bisa masuk ke ranah korupsi.
(Viva.co.id)
Posting Komentar