Demikian hasil penelitian Asia Pacific Sexual Health and Overall Wellness (APSHOW) tahun 2008 yang dilakukan di 13 negara di Asia Pasifik. Menurut Ketua Asosiasi Seksologi Indonesia Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, Sp And, ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang memadai untuk melakukan hubungan seksual yang memuaskan atau disebut sebagai disfungsi ereksi (DE).
DE adalah kondisi ketika pria tidak dapat mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang optimal untuk mencapai performa atau kepuasan seksual. "Sebagian perceraian yang terjadi berpangkal dari masalah seksual yang belum terungkap sebelumnya," ungkap Wimpie, Selasa (8/12) di Jakarta.
Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Udayana tersebut menyatakan, hanya sedikit sekali kasus DE yang terungkap dan mendapat penanganan medis yang tepat. Sekitar 13 persen penderita sudah tanggap informasi dan mau mencari pengobatan yang benar, sedangkan sebagian besar lainnya menutup diri karena tidak mengerti, malu, menganggap bukan penyakit dan juga kemungkinan karena dokter yang menangani tidak siap.
Ereksi yang baik menurutnya jika aliran darah ke penis baik. Ketika seorang pria berhasil mendapatkan tingkat kekerasan ereksi maksimal, maka ia dan pasangan bisa mendapatkan tingkat kepuasan yang optimal.
"Disfungsi ereksi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor fisik yang ada kaitannya dengan penyakit dan gangguan, serta faktor psikis atau kejiwaan," kata Wimpie.
Faktor fisik menjadi penyebab yang paling banyak memengaruhi DE, antara lain disebabkan penyakit diabetes, kolesterol tinggi, merokok berlebihan, konsumsi alkohol, dan bekas operasi. Sementara itu, faktor psikis dapat terjadi karena depresi yang diakibatkan stres.
- KOMPAS.com
Posting Komentar