"Dulu, penyebab para pelajar menjadi WPS lantaran faktor ekonomi. Namun, saat ini mulai bergeser menjadi gaya hidup mewah," kata Koordinator Lapangan (Korlap) Gerakan Peduli Narkoba dan AIDS (GPNA) Kota Sukabumi, Den Huri, di Sukabumi, Rabu (2/12).
Menurut dia, para pelajar yang kurang mampu tergiur dengan temannya yang memiliki barang mewah, seperti handphone, sehingga mereka berkeinginan untuk menjadi WPS.
"Mereka menjadi WPS secara sembunyi-sembunyi dengan pemanggilan melalui telepon seluler. Mereka tidak menjajakan dirinya secara terbuka seperti WPS lainnya," paparnya.
Berdasarkan data yang ada, jumlah WPS di Kota Sukabumi mencapai 776, yang terdiri dari WPS langsung sebanyak 239 orang dan WPS tidak langsung (mereka yang juga bekerja) sebanyak 537 orang.
"Kebanyakan WPS tidak langsung adalah mereka yang bekerja sebagai penjualan di tempat karaoke. Mereka menjadi WPS lantaran faktor ekonomi dan gaya hidup," katanya.
Pihaknya telah berupaya untuk menekan jumlah WPS yang ada di Kota Sukabumi dengan memberikan pelatihan-pelatihan.
GPNA bekerja sama dengan Dinsos, Tenaga Kerja, dan Penanggulangan Bencana Kota Sukabumi memberi pelatihan tata rias dan salon. "Kami juga melakukan pendidikan sebaya kepada kaum WPS," ujarnya.
Untuk mengatasi penularan HIV/AIDS di kalangan WPS, kata Den, pihaknya memberikan penyuluhan tentang bahaya HIV/AIDS sehingga mereka diminta melakukan hubungan seks dengan cara aman, seperti penggunaan kondom.
Mereka juga diminta untuk melakukan pemeriksaan penyakit kelamin di Klinik Pelangi yang disediakan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi.
Namun, sejak tiga tahun program berlangsung, hanya 357 WPS yang mau memeriksakan diri. "Ini menunjukkan tingkat kesadaran kaum WPS masih rendah untuk memeriksakan kesehatannya," katanya.
- KOMPAS.com
Posting Komentar