Jakarta - Pertahanan udara di wilayah Tarakan, Kalimantan Utara menjadi garis terdepan untuk mengamankan wilayah perairan Ambalat. Untuk itu, TNI AU membentuk Satuan Radar (Satrad) 225 guna memantau pertahanan udara (Hanud) di bawah Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Kosekhanudnas) II Makassar.

Untuk mamantau pergerakan pesawat asing yang melintas di perairan Ambalat, Satrad 225 mengoperasikan Alutsista Radar type Plessey AR 325 Commander. Dengan adanya radar tersebut, dapat teridentifikasi pesawat ataupun kapal asing yang melintas di perairan Indonesia sejauh 250 mil dari Tarakan.

"Radar type Plessey AR 325 ini buatan Inggris tahun 1990. Radar diinstalasi pada tahun 1992 dan mulai dioperasionalkan sejak 2 Februari 1993 sampai dengan saat ini," ujar Komandan Satrad 225, Mayor Lek M. Suarna Hasal di kantornya, Tarakan, Kalimantan Utara, Rabu (10/6/2015).

Suarna menilai alat komunikasi yang digunakan untuk menunjang operasi di Satrad 225 sudah lengkap. Alat komunikasi yang digunakan yakni Radio HF SSB sebagai radio kodal, Radio GTA VHF sebagai radio monitoring penerbangan, Radio GTA UHF sebagai radio kontrol pengendalian intersepsi pesawat tempur sergap, Radio HT sebagai radio pengamanan markas, dan SBM K3I sebagai alat komunikasi pengiriman hasil operasi baik voice maupun data.

"Alat komunikasi kami lengkap, semua sudah ada progresinya. Kami akan tukar informasi dengan TNI AL apabila KRI menangkap sinyal kapal atau pesawat asing. Personel standby selama 24 jam," terangnya.

"Setiap pemantauan radar Satrad 225 secara otomatis akan tertampil secara real time di pusat operasi Kosekhanudnas II melalui sarana SBM K3I," tambahnya.

Untuk mengenali sasaran, Satrad 225 menggunakan 3 cara. Pertama secara elektonis yakni dengan cara menggunakan data IFF dan memonitor komunikasi antar pesawat, kemudian dengan pengawas lalu lintas penerbangan melalui radio pada frekuensi HF/VHF/UHF.



 "Kedua secara korelasi, dengan cara mencocokkan atau mengkorelasikan data sasaran yang tertangkap dengan data penerbangan yang terjadwal. Ketiga secara visual, cara ini dilakukan apabila dengan elektonis dan korelasi tidak bisa, pengenalan dilaksanakan oleh pesawat penyergap dengan kendali intersepsi dan perwira GCI yang berada di radar," paparnya.

Suarna mengeluhkan, dalam 5 bulan ini pesawat Malaysia selalu melakukan pelanggaran dengan melintas di wilayah Indonesia. Saat pesawat Malaysia seharusnya mendarat di Tawau, pesawat malah melintas terlebih dahulu di wilayah perairan Ambalat beberapa menit, baru setelah itu mendarat di Tawau.

"Pesawat Malaysia yang melakukan pelanggaran ada pesawat militer, pesawat sipil, pesawat patroli, dan ada juga pesawat komersil. Harusnya pesawat Malaysia langsung landing di Tawau, tapi sebelum mendarat di Tawau masuk dulu ke sektor Ambalat," keluhnya.

Di radar pesawat yang tidak dikenali akan langsung terlihat dengan tanda warna merah melintas di wilayah Indonesia, namun apabila pesawat dikenali memiliki tanda warna kuning. "Malaysia masuk wilayah Indonesia sampai 30 menit, selama ini kami peringatkan, alasan mereka patroli," jelas Suarna. (Detik.com)

Posting Komentar

 
Top